Takut Dicontoh Daerah Lain dan Dinilai Bahaya, Polda Bali Persoalkan Penempatan Aksara Bali

kepolisian mempersoalkan penempatan aksara Bali di atas huruf latin berbahasa Indonesia dalam plang papan nama kantor dan fasilitas publik yang ada di

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Rizki Laelani
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Tampak prasasti kantor Wali Kota Denpasar, yang telah menggunakan dwiaksara, yakni huruf latin dan Bali, dengan background merah putih. Namun, ada juga prasasti dengan background warna gelap seperti di Lapangan Puputan I Gusti Ngurah Made Agung, Denpasar, 

Sambungnya, karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, maka tetap Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa yang diutamakan.

Sehingga penempatan aksara latin Indonesia seharusnya berada di atas aksara Bali.

“Kalau sampai ini nanti, di sini (di Bali) (dianggap) bisa berjalan, karena maunya masyarakat. Takutnya nanti dijadikan contoh oleh daerah-daerah yang lain. Contoh, Papua punya bahasa sendiri, Kalimantan punya bahasa sendiri. Begitu juga Aceh dan Jawa,” ujar Khozin.

Ia menambahkan, seharusnya saat membuat Perda atau Pergub, pemerintah daerah mengundang semua pihak baik dari akademisi, pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

“Oo, tiba-tiba Pergub sudah keluar. Bapak Kapolda kemudian membaca, oo bahaya ini."

"Akhirnya Pak Kapolda memerintahkan kami agar hal ini dikoordinasikan. Dan kalau bisa direvisi supaya tidak dijadikan contoh oleh daerah lain,” ujarnya.

Saat ditanya mengapa baru sekarang Polda Bali mempermasalahkannya, Khozin menyampaikan pihaknya tidak pernah diundang dalam penyusunan Pergub, dan tiba-tiba Pergub No 80 Tahun 2018 sudah jadi.

Jika suatu peraturan sudah diterbitkan maka memang harus dijalankan.

Namun kalau peraturan itu sudah berjalan tetapi ada masalah, sebagai antisipasi ke depan, bisa saja aturan tersebut direvisi.

Selanjutnya setelah Pergub 80 dibaca oleh Kapolda ditemukan ada kendala.

Bahwa dalam penempatan aksara Bali, di atasnya harus Bahasa Indonesia atau aksara latin sebagai bahasa persatuan, baru di bawahnya diisi aksara daerah.

Masukan itu diberikan tujuannya agar daerah lain tidak mencontoh aturan yang ada di Bali.

“Contohnya seperti di Yogyakarta, tetap atasnya nama (Jalan) Malioboro, di bawahnya baru aksara Jawa,” imbuhnya.

Adapun kesimpulan dari pertemuan tersebut adalah masukan dan saran yang disampaikan pihak Polda Bali sementara ditampung.

Masukan ini akan dibicarakan kembali dengan pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved