Polemik penempatan aksara Bali
Meski Dipermasalahkan Polda, Pemprov Tetap Minta Warga Pasang Aksara Bali di Atas Bahasa Latin
Pemprov Bali minta masyarakat untuk tetap berpegang pada pergub soal penempatan aksara bali yang harus lebih atas dibanding aksara latin
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Huda Miftachul Huda
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kepolisian Daerah (Polda) Bali mempermasalahkan aturan penulisan aksara Bali dalam penulisan papan nama kantor, jalan, gedung, sarana pariwisata, dan fasilitas umum lainnya yang ditempatkan di atas huruf Latin.
Pihak Polda Bali sampai mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali pada Rabu (27/11/2019) lalu untuk meluruskan polemik penempatan aksara Bali ini.
Meski dipermasalahkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tetap mengimbau masyarakat agar tetap melakukan hal tersebut sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
Dalam pergub ini pemasangan aksara Bali di plang atau papan nama perusahaan atau lembaga swasta maupun lembaga pemerintahan harus di atas bahasa latin atau bahasa Indonesia.
Aturan itulah yang diminta Pemprov Bali untuk diikuti.
"Seluruh masyarakat Bali agar melaksanakan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali dengan baik, semangat, dan penuh rasa bangga," kata Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Oka Sutha Diana.
Hal itu Sutha Diana tegaskan melalui keterangan tertulis yang diterima Tribun Bali, Minggu (1/12/2019).
Menurutnya, Aksara Bali merupakan huruf yang digunakan untuk menuliskan segala aspek kehidupan masyarakat Bali sejak dahulu sebelum dikenal huruf latin.
Bukti-bukti itu dapat dilihat dari semua naskah lontar, prasasti, purana, dan berbagai manuskrip lainnya yang memuat keseluruhan pengetahuan, tradisi, seni, dan budaya serta kearifan lokal dari lelangit, leluhur, dan Para Kawi Bali dari zaman ke zaman.
Selain itu, Aksara Bali juga digunakan dalam Kakawin Sutasoma yang memuat Sesanti Bhinneka Tunggal Ika dan nama Pancasila terbukti telah menyelamatkan khasanah budaya Nusantara.
"Aksara Bali merupakan Aksara yang masih hidup dan berfungsi sebagai media komunikasi, alih pengetahuan, ekspresi seni, dan dokumen-dokumen kultural secara turun temurun," tuturnya.
Dirinya juga mengatakan, bahwa Aksara Bali turut menyejahterakan kalangan pangawi (sastrawan), seniman, dan pengerajin melalui karya-karyanya, seperti: seni prasi, tika, dan aneka terbitan karya sastra.
"Aksara Bali bukan sekadar huruf biasa, melainkan aksara suci yang dimuliakan oleh masyarakat Bali," tegasnya.
Terlabih, kata dia, Pergub Bali Nomor 80 Tahun 2018 yang mengatur penggunaan aksara Bali itu telah melalui proses fasilitasi, verifikasi dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri RI sehingga dapat diundangkan pada tanggal 26 September 2018 lalu.
• BREAKING NEWS: Pemprov Jawab soal Aksara Bali yang Dikeluhkan Polda: Semua Sudah Sesuai Atruran
Sebelumnya Kepolisian Daerah (Polda) Bali mempersoalkan penempatan akasara Bali di atas huruf Latin berbahasa Indonesia dalam plang papan nama kantor dan fasilitas publik yang ada di Bali.
Pihak Polda Bali kemudian mendatangi pihak DPRD Bali untuk memberikan saran dan masukannya.
Kabidkum Polda Bali, Kombes Pol Khozin, mengatakan lembaga Kepolisian mempunyai peran untuk mengingatkan lembaga lain baik eksekutif maupun legislatif.
Menurutnya tujuan utama penggunaan aksara Bali ini adalah melestarikan budaya Bali.
Hanya saja dalam kesempatan itu pihaknya atas perintah Kapolda Bali, Irjen Pol Dr. Petrus Reinhard Golose,melakukan pelurusan terkait penempatan tulisan yang menggunakan aksara Bali di atas huruf Latin Bahasa Indonesia.
“Tidak ada kita membedakan atau melarang. Ini hanya sama-sama kita meluruskan. Poinnya adalah agar kedepan Bali tidak dijadikan contoh, (masyarakat menganggap di sana bisa (Bali), di sini harusnya juga bisa. Di Bali bisa, kenapa kita tidak,” kata Khozin, usai pertemuan tertutup dengan pihak Dewan dan Eksekutif di Ruang Rapat Gabungan, Kantor DPRD Bali, Rabu (27/11/2019).
• Polemik Aksara Bali Makin Bergulir, dari Atas Nama Nasionalisme hingga Kesucian Aksara
• Penempatan Aksara Bali Dianggap Bermasalah, Kapolda Bali: Bahaya Ini
Untuk mengantisipasi hal itu, lanjut dia, maka landasan dasar hukum yang digunakan adalah UUD 1945 pasal 36, UU nomor 24 tahun 2009 dan UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Maksud dari landasan dasar hukum itu adalah keberadaan aksara Bali menjadi pertimbangan Kapolda agar penempatan penulisannya sesuai dengan aturan dan landasan UUD 1945, UU nomor 24 tahun 2009 dan sumpah pemuda.
Sambungnya, karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, maka tetap bahasa Indonesia yang menjadi bahasa yang diutamakan, sehingga penempatan aksara latin seharusnya berada diatas aksara Bali.
“Kalau sampai ini nanti, di sini (di Bali) (dianggap) bisa berjalan, karena maunya masyarakat. Tapi takutnya nanti dijadikan contoh oleh daerah-daerah yang lain. Contoh Papua punya bahasa sendiri, Kalimantan punya bahasa sendiri. Begitu juga Aceh dan Jawa,” tuturnya. (*)