Hari Raya Natal
Gereja Katedral Denpasar Buat Pohon Natal Berbahan Anyaman Lontar Setinggi 11 Meter
Menyambut Hari Raya Natal, Gereja Katedral Paroki Roh Kudus, Renon, Denpasar, Bali, membuat pohon natal setinggi 11 meter dengan anyaman lontar
Penulis: Rino Gale | Editor: Irma Budiarti
Gereja Katedral Denpasar Buat Pohon Natal Berbahan Anyaman Lontar Setinggi 11 Meter
Laporan Wartawan Tribun Bali, Rino Gale
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menyambut Hari Raya Natal, Gereja Katolik Roh Kudus Katedral, Renon, Denpasar, Bali, membuat pohon natal setinggi 11 meter dengan anyaman lontar.
Saat Tribun Bali berkunjung ke sana, beberapa orang terlihat sibuk membuat pohon natal.
Tantang, bagian dekorasi pohon natal ini, mengatakan pengerjaan pohon natal sudah berjalan tiga hari dan dikerjakan oleh umat gereja sendiri.
• Ucapan Natal dan Tahun Baru Versi Bahasa Indonesia dan Inggris
• Pembeli Serbu Toko Aksesoris Pohon Natal di Denpasar, Ada Diskon Nih
"Ini tingginya 11 meter, dan sekarang masih dikerjakan. Pengerjaan ini sudah mulai Rabu (18/12/2019) kemarin. Ini akan dikebut pengerjaanya, dan bisa selesai nanti malam, kalau gak, ya besok," ujarnya.
Selama tiga hari ini umat merangkai bahan menjadi pohon natal.
Sedangkan anyaman lontar sudah dikerjakan sejak sebulan lalu.
• Pohon Natal Unik Ini Dibuat dari Botol Bekas yang Dikumpulkan Jemaat Gereja
• TRIBUN WIKI - Ini 3 Pohon Natal Unik yang Ada di Kota Denpasar
"Iya kami beli bahan dasarnya, dan kemudian merangkai sendiri. Kayak ini, kami nge-las sendiri besinya, disambung, kami juga beli seng yang kemudian dibentuk lingkaran. Lingkaran bawah ini diameternya 10 meter. Sedangkan anyaman lontar ini kami buat sendiri, dan dikerjakannya sudah sebulan lalu. Jadi ada tujuh anyaman lontar yang nanti akan menutupi rangka dan membentuk kerucut. Pembuatan ini biayanya kisaran mencapai Rp 10 juta," ujarnya.
Kenapa memilih anyaman lontar untuk membuat pohon natal?
Menurutnya, untuk menyatukan dua budaya atau akulturasi budaya yang ada di Bali.
"Ya kami memakai anyaman lontar ini kan sebagai tanda menyatukan antara dua budaya, agar selalu bersama-bersama dan bertoleransi, karena di Bali kuat akan budaya," ujarnya.
(*)