Objek Wisata Terasering Tegalalang Semrawut, Pemkab Gianyar Tawarkan Dua Opsi Pengelolaan Cekingan
Nilai objek wisata Cekingan, Desa Tegalalang, semakin semrawut, Pemkab Gianyar tawarkan dua opsi untuk Cekingan
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
Objek Wisata Terasering Tegalalang Semrawut, Pemkab Gianyar Tawarkan Dua Opsi Pengelolaan Cekingan
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pemkab Gianyar menilai objek wisata Cekingan, Desa Tegalalang, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali, semakin semrawut.
Hal tersebut dikarenakan bangunan yang menghalangi objek semakin banyak.
Pemkab Gianyar telah menawarkan dua opsi untuk Cekingan.
Pertama, pihak pengelola berinisiatif membenahi kondisi tersebut.
Kedua, Pemkab Gianyar diberikan mengelola secara penuh terhadap objek yang sekarang masih dikelola Desa Adat Tegalalang ini.
Jika desa adat memilih opsi pertama, Pemkab Gianyar akan membantu menata, dan hasilnya objek ini akan diserahkan sepenuhnya pada desa adat.
Dalam hal ini, pemerintah hanya memungut retribusi pajak saja.
Namun jika memilih opsi kedua, maka pendapatkan dari objek wisata tersebut, harus dibagi ke kas daerah, di luar retribusi pajak.
• Satu Napi Bebas Saat Natal, 11 Penghuni Lapas Tabanan Dapat Remisi
• BREAKING NEWS: Ada Jeratan Tali di Leher, Komang Sutrisna Ditemukan Meninggal di Kapal Pesiar Ini
Hal itu dikatakan, Bupati Gianyar, Made Mahayastra saat ditemu dalam acara pisah-sambut Kapolres Gianyar yang baru, di Balai Budaya Gianyar, Minggu (22/12/2019).
“Dari dulu saya sudah katakan pada pengelola Ceking, lambat laun akan ditinggalkan karena semerawut, dan akan menyebabkan kerugian bagi pemerintah, dan yang paling penting adalah kerugian bagi masyarakat. Sehingga, kalau bisa dikondisikan oleh pengelola, kami bantu dia untuk menata," ujarnya.
"Kami tak perlu apa-apa, kami bangun, kami serahkan kepada pengelola. Kami hanya ambil retribusi pajaknya saja, dan itukan hal wajib. Kalau (pengelolaan) diserahkan semuanya ke pemerintah, kami siap juga. Tapi kalau begitu, nanti harus ada hitung-hitungan,” sambung Mahayastra.
Terkait bagaimana bentuk pengelolaannya, Mahayastra mengatakan, bangunan-bangunan yang berada di bagian timur jalan harus di bawah trotoar, sehingga tidak merusak pemandangan.
Intinya, kata dia, saat seseorang melintas di jalan raya, yang terlihat hanya objek persawahan.
• Natal dan Tahun Baru 2020, Tim SAR Jembrana Tim SAR Siaga Penuh Hingga 8 Januari
• Tinggalkan Kontrakan di Tabanan Sejak Siang, Keesokan Harinya Suharto Ditemukan Sudah Jadi Mayat
“Bangunan-bangunan harus sejajar dengan tanah, tidak boleh menghalangi pemandangan. Itu konsepnya. Apakah warung di sana juga perlu dipindahkan, itu kami serahkan ke desa adat. Kalau sudah mereka kondusif, baru kami ambilalih untuk penataannya. Pihak desa adat sudah kami undang, sudah kami ajak diskusi. Kalau mereka sadar, semestinya mereka harus gerak cepat,” paparnya.