Bisa Menjadi Masalah Kesehatan Mental, Berikut Tips Menghindari Kecanduan Belanja Online
Siapa yang tak suka belanja? Hampir semua orang senang dan mungkin merasa bahagia berbelanja, termasuk belanja online.
Sebagian besar barang yang dibeli oleh orang BSD tidak diperlukan atau digunakan.
Pada akhirnya mereka menggunakan uang untuk berbelanja dari yang mereka mampu.
Meski dorongan untuk berbelanja itu menyenangkan, bahkan euforia, namun efek setelahnya dapat melemahkan.
Setelah melakukan pembelian, seringkali diikuti oleh konsekuensi negatif, termasuk perasaan bersalah, penyesalan, atau rasa malu.
Dalam jangka panjang, itu dapat membuat pertentangan besar dengan pasangan, selain tentunya merusak keuangan.
• Sadar atau Tidak, 7 Tanda Kanker Ini Sering Sekali Diabaikan
• Maestro Film Bisu Dunia, Charlie Chaplin Pernah Menari di Jalanan di London Kumpulkan Recehan
BSD sebenarnya berbeda dengan belanja berlebihan overshopping yang kadangkala juga kita alami.
Menurut direktur Klinik Kelainan Kontrol Impuls Elias Aboujaoude, perbedaannya adalah efek kesehatan mental dari kebiasaan berbelanja dan bagaimana hal itu memengaruhi hidup untuk jangka panjang.
Situs belanja memperburuk Belanja kompulsif bukanlah masalah baru.
Masalah ini sudah ada lebih dari 100 tahun yang lalu ketika psikiater Jerman, Emil Kraepelin pertama kali mendefinisikan ini sebagai “membeli mania”.
Sejak itu jutaan orang, termasuk selebriti seperti Jackie Kennedy dan William Randolph Hearst dilaporkan telah terjangkit belanja kompulsif.
Menurut Aboujaoude, ketika internet pertama kali muncul, orang berpikir itu akan membantu pasien BSD karena menganggap membeli secara online akan melindungi pasien dari semua gimik pemasaran di dalam toko dan peluang berburu barang murah.
“Pemasaran online jauh lebih canggih dan ditargetkan secara mikro. Dengan adanya belanja online, Anda dapat berbelanja sepanjang waktu sehingga hal ini membuatnya lebih sulit untuk dikendalikan,” kata Aboujaoude.
Selain kenyamanan karena dapat belanja dengan satu klik, penelitian menunjukkan bahwa jauh lebih mudah untuk menghabiskan uang virtual daripada uang tunai secara fisik.
Satu studi menemukan, orang membuat pengeluaran 100 persen lebih banyak ketika menggunakan kredit daripada uang tunai.
Beberapa peneliti menghubungkan ini dengan konsep yang disebut coupling atau seberapa banyak pembelian secara langsung terkait dengan pembayaran.