Tilem Kanem Bertepatan dengan Gerhana Matahari, Apa yang Harus Dilakukan?
Kamis (26/12/2019) merupakan Tilem sasih kanem. Tilem kanem ini juga bertepatan dengan fenomenaalam yakni gerhana matahari. Apa yang harus dilakukan?
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Hari ini, Kamis (26/12/2019) merupakan Tilem sasih kanem atau bulan keenam pada sistem kalender Bali.
Tilem kanem ini juga bertepatan dengan fenomena alam yakni gerhana matahari.
Saat Tilem kanem ini lakukan pemujaan saat malam hari.
Pemujaan dilakukan tengah malam dengan melakukan yoga, atau hening.
• Gerhana Matahari Sebagian Bertepatan dengan Tilem, Ini yang Dilakukan Menurut Wakil Ketua PHDI
• Tahun 2028 Bali Akan Mengalami Gerhana Matahari Terbesar, Lebih Gelap dari Gerhana Matahari 1983
Pahalanya adalah segala noda dan dosa yang ada dalam diri teruwat.
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Putu Eka Guna Yasa, pemujaan kepada gelap atau Tilem itu jelas sekali ditujukan kepada Siwa.
Menurutnya, dalam Jnyana Sidantha disebutkan di dalam matahari ada suci, di dalam suci ada siwa, di dalam siwa ada gelap yang paling gelap.
Hal itulah yang menyebabkan tilem mendapatkan pemuliaan.
Guna mengatakan di daerah Bangli ada Pura Penileman, dimana setiap Tilem dilakukan pemujaan di sana.
"Di Pura Penileman dilakukan pemujaan kepada Siwa, karena ada warga masyarakat yang nunas (meminta) pengidep pati atau sarining taksu jelas sudah Siwa. Bukti arkeologis ada arca Dewa Gana yang merupakan putra Siwa,” katanya.
Sehingga dalam konteks kebudayaan di Bali yang dimuliakan bukan bulan terang saja atau Purnama, tapi gelap yang paling gelap juga dimuliakan.
Sementara itu, dalam buku Sekarura karya IBM Dharma Palguna halaman 9 dikatakan, kepada kita para Guru Kehidupan (dan Guru Kematian) mengajarkan agar menghormati gelap, tidak kurang dari hormat pada terang.
Hormat pada gelapnya bulan mati (Tilem) tidak kurang dari hormat kita pada terang bulan purnama.
Disebutkan lebih lanjut dalam buku itu pada halaman 10, pembelaan Mpu Tan Akung kepada gelap yaitu gelap tidak harus dihindari atau diusir dengan mengadakan terang buatan.
Tapi dengan memasukinya, menyusupinya, meleburkan diri di dalamnya, atau memasukkannya ke dalam diri.