Iuran BPJS Kesehatan Naik, 134 Ribu Penerima Bantuan Iuran Kesehatan di Buleleng Dinonaktifkan

Iuran BPJS Kesehatan Naik, 134 Ribu Penerima Bantuan Iuran Kesehatan di Buleleng Dinonaktifkan

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Aloisius H Manggol
ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Ilustrasi. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Memasuki tahun 2020, tarif uran BPJS Kesehatan secara resmi telah dinaikan.

Dampaknya, kini pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Sosial hanya mampu memberikan bantuan jaminan kesehatan kepada 182.553 masyarakat kurang mampu.

Sehingga sudah dipastikan, pada 2020 ini Buleleng tidak mampu memenuhi target Universal Health Coverage (UHC).

Kepala Dinas Sosial Buleleng, Gede Sandhiyasa ditemui di ruang kerjanya Kamis (2/1) mengatakan, pada 2019 lalu sejatinya jumlah penerima bantuan iuran (PBI) kesehatan sebanyak 317.244 orang.

Itu menggunakan sharing dana dari pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Buleleng, sebesar kurang lebih Rp 87 Miliar.

Nah, mengingat pada 2020 ini iuran di kelas III yang diberikan bagi PBI naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan, maka anggaran yang dialokasikan untuk bantuan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu pun juga dinaikan menjadi kurang lebih Rp 92 Miliar.

Namun, meski anggarannya sudah dinaikan, pemerintah terpaksa harus mengurangi jumlah penerima bantuan, hingga mencapai 134.691 orang.

Artinya pada 2020 ini, pemerintah hanya bisa mengcover kesehatan untuk 182.553 orang kurang mampu.

"Kurang lebih ada 134 ribu orang yang kami non aktifkan. Ini terjadi karena keterbatasannya anggaran dari pemerintah provinsi dan kabupaten, disamping itu juga karena tarif iurannya yang juga dinaikan. Andai saja tarifnya tidak naik, 2020 ini Buleleng sudah 100 persen UHC," kata Sandhiyasa.

Sandhiyasa pun mengklaim, PBI yang dinonkatifkan ini sebelumnya sudah dilakukan penyisiran.

Alias dipastikan sudah meninggal dunia, data tidak sesuai dengan data milik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Buleleng, serta tidak masuk dalam Basis Data Kesehatan Sosial (BDKS).

Penonaktifan ini sebut Sandhiyasa juga sudah diinformasikan ke camat, untuk selanjutnya diteruskan ke masing-masing perbekel dan masyarakat.

"Kami juga akan sosialisasi dengan masyarakat. Kami imbau peserta yang dulunya terdaftar PBI dan sekarang dinonaktifkan dan dalam keadaan ekonomi mampi, agar bisa mandiri. Atau kalau sudah bekerja, bisa ditanggung oleh perusahaannya. Jadi sekali lagi ini terjadi karena iurannya naik. Pemerintah di provinsi dan kabupaten juga sudah menaikan anggarannya hampir Rp 5 Miliar tetap saja tidak mampu mengcover secara keseluruhan," jelasnya.

Bagaimana jika dari hasil penyisiran, nyatanya ada warga yang benar-benar tidak mampu nampun bantuan iurannya di nonaktifkan?

"Tentu akan kami laporkan lagi ke Bupati kondisinya seperti apa. Pasti ada solusinya," jawab Sandhiyasa. (rtu)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved