Musim Hujan, Bukan Banjir yang Menghantui Bali, Tapi Tanah Longsor dan Pohon Tumbang

Pada musim hujan Bali sangat berpotensi mengalami tanah longsor dan pohon tumbang. Menurut BPBD bencana ini paling sering melanda saat musim hujan

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
DAMPAK BENCANA - Warga menunjukkan tanah longsor yang terjadi di Banjar Selat Peken, Desa Selat, Susut, Bangli, Bali, Minggu (24/3/2019). Musim Hujan, Bukan Banjir yang Menghantui Bali, Tapi Tanah Longsor dan Pohon Tumbang 

Musim Hujan, Bukan Banjir yang Menghantui Bali, Tapi Tanah Longsor dan Pohon Tumbang

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Seperti yang telah diketahui, wilayah Bali sejak Desember 2019 sudah memasuki musim penghujan.

Pada musim hujan ini masyarakat harus lebih waspada dikarenakan Bali berpotensi dilanda bencana.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali Made Rentin mengatakan, pada musim hujan Bali sangat berpotensi mengalami tanah longsor dan pohon tumbang.

“Kalau musim hujan, yang paling sering terjadi di Bali itu sebenarnya longsor sama pohon tumbang biasanya. Kalau banjir agak jarang,” tuturnya saat ditemui di Denpasar, Bali, Jumat (3/1/2020).

Tanah longsor, kata dia, biasanya terjadi di daerah-daerah tinggi, seperti di wilayah Kabupaten Bangli, jalur dari Denpasar menuju Buleleng, Karangasem, Badung Utara dan Gianyar.

Dari Banjir Hingga Longsor, Sepanjang Tahun 2019 Bali Dihantam Berbagai Bencana Hidrometeorologi

Nikita Mirzani Menerobos Banjir di Tangerang, Semua Ini Salah Kita Semua

Sementara kejadian pohon tumbang, biasanya diakibatkan karena banyak pohon lapuk dan struktur tanah yang kurang baik.

Sementara itu, berdasarkan data Wilayah Potensi Gerakan Tanah yang dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), terdapat wilayah Bali yang berpotensi mengalami longsor dari sedang hingga tinggi.

Wilayah Bali yang berpotensi mengalami pergerakan tanah yang tinggi, yaitu Abiansemal, Kuta Selatan di Kabupaten Badung; Kintamani, Susut di Bangli; Banjar, Busungbiu, Gerokgak, Kubutambahan, Sawan, Seririt, Sukasada, dan Tejakula di Buleleng.

Pergerakan tanah yang tinggi ini juga berpotensi terjadi di Payangan, Tampaksiring, Tegalalang, Ubud di Gianyar; Jembrana, Melaya, Mendoyo, Negara, Pekutatan di Jembrana; Abang, Bebandem, Karangasem, Kubu, Manggis, Rendang, dan Selat di Karangasem.

BPBD Catat 1.115 Bencana di Bali Sepanjang 2019, Paling Banyak Terjadi di Karangasem

Bali Memasuki Musim Penghujan, BPBD Sebut Daerah Ini Paling Rawan Banjir

Sementara di Kabupaten Tabanan, wilayah yang berpotensi mengalami pergerakan tanah, yaitu Baturiti, Marga, Penebel, Pupuan, Salemadeg dan Salemadeg Barat.

Menurut Rentin, saat ini masyarakat sudah memiliki kesadaran yang sangat baik soal penanganan bencana longsor, sehingga tidak hanya mengandalkan bantuan BPBD.

Kejadian di Karangasem misalnya, beberapa waktu lalu masyarakat bergotong royong membersihkan material longsor.

“Mereka bukan hanya semata-mata mengandalkan pemerintah, tapi mau bergotong royong. Malah itu yang lebih bagus,” kata Rentin.

Terlebih sampai saat ini keberadaan personel BPBD Bali cukup terbatas, karena hanya memiliki total 150 personel, yang dibagi dalam Tim Reaksi Cepat (TRC) 30 orang, Tim Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) 30-40 orang, dan berbagai tenaga lainnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved