Bali Ketergantungan Bawang Putih dari China, Akademisi Unud Akui Produk dalam Negeri Kalah Saing
"Sekali tergencet akan tetap tergencet," kata Ketua Pusat Penelitian (Puslit) Subak Unud ini.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
"Dulu kita tak pernah impor. Tetapi publik tetap bisa nyaman dengan produk lokal. Sekali diizinkan impor maka petani akan mati dan kita terus tergantung," tutur ahli Subak ini.
Windia pun menilai, jika ke depan tidak ada program dari pemerintah dalam mengembangkan komoditas bawang putih maka produksi dalam negeri dipastikan tamat riwayatnya.
• Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Klaim Elektronic Court Permudah Pelayanan
• KPK Seret Kader PDIP dan Komisioner KPU Saat OTT, Yasonna: Saya Tidak Tahu
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali I Wayan Jarta turut membenarkan bahwa Bali masih ketergantungan.
"Artinya realitasnya memang kita masih ketergantungan bawang putih," tuturnya.
Namun Jarta belum bisa merinci berapa jumlah impor yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan berapa jumlah yang masuk ke Bali.
Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan ini mengatakan, bahwa pihaknya sempat mengimbau agar para petani bawang merah di Bali juga turut menanam bawang putih.
• Museum Arak Bali Senilai Ratusan Juta Bakal Dibangun di Karangasem, Pengunjung Dapat Oleh-oleh
Namun penanaman bawang putih di Bali ini belum bisa mendapatkan hasil yang besar seperti bawang merah karena agroklimat yang berbeda.
"Maka dari itu kita masih mengandalkan impor kan," jelasnya.
Selain itu, ia juga tak menampik bahwa masyarakat sangat tertarik dengan keberadaan bawang impor dari Tiongkok yang cukup bagus. (*)