Sulit Urus Sertifikat Tanah, Warga Tanjung Benoa dan Mumbul Mengadu ke DPRD Bali

30 orang warga Kuta Selatan, khususnya yang berasal dari Kelurahan Tanjung Benoa dan Mumbul mendatangi Kantor DPRD Bali.

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Wema Satya Dinata
Puluhan warga Kuta Selatan,khususnya yang berasal dari Kelurahan Tanjung Benoa dan Mumbul mendatangi Kantor DPRD untuk mengadukan kesulitan terkait mengurus sertifikat atas tanah yang ditempati, Senin (20/1/2020). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - 30 orang warga Kuta Selatan, khususnya yang berasal dari Kelurahan Tanjung Benoa dan Mumbul mendatangi Kantor DPRD Bali.

Hal ini dilakukan untuk mengadukan kesulitan terkait mengurus sertifikat atas tanah yang ditempati saat ini.

 
Ketua Kelompok Masyarakat Kuta Selatan, I Wayan Hardika mengatakan pihaknya dari kelompok masyarakat Kuta Selatan datang ke DPRD Bali untuk menindaklanjuti pengurusan sertifikat tanah sebagai penegasan hak untuk warga Tanjung Benoa dan Mumbul. 

“Intinya kami beraudiensi dengan Ketua Komisi I untuk mempertanyakan (tanah) ini termasuk aset, atau apa, lokasi tanah yang kita ajukan ini” kata Hardika usai pertemuan di Ruang Banggar Kantor DPRD Bali, Senin (20/1/2020).

Adian Napitupulu Mengklaim Politikus PDIP Buronan KPK Bukan Pelaku, Namun Korban

Rumah Makan Prambanan dan Kios Antique Surabaya Ludes Terbakar

Kepala BB Vet Duga Kematian Babi di Badung karena Cuaca, Masih Tunggu Hasil Pengujian di Medan

Adapun tanah yang belum bersertifikat yang ditempati masyarakat, khususnya di Tanjung Benoa berjumlah sekitar 63 KK.

Sedangkan total ada sekitar 70 orang warga yang ikut untuk proses penegasan hak atas tanah ini.

Luas masing-masing tanah yang ditempati ukurannya juga bervariasi antara satu are sampai tiga are.

Hardika mengatakan tanah tersebut sudah ditempati selama empat keturunan, mulai dari tahun 1928 sampai saat ini.

Namun pihaknya kesulitan dalam mengurus sertifikatnya karena tanah tersebut dianggap sebagai Daratan Negara (DN) yang dikelola olah Pemprov Bali, sementara sejak lama sudah dipakai warga sebagai permukiman atau rumah pribadi. 

Setelah Aksi Klaim Natuna, China Marah Kapal Induk Amerika Berlayar di Selat Taiwan

Yakin Akan Terjadi Pertarungan, Teco Bawa Hampir Semua Gelandang Bali United ke Melbourne

Pendiri Lotte Group Meninggal Dunia, Awali Usaha dari Permen Karet hingga Jadi Konglomerat Korea

“Rumah itu sudah kita tempati secara turun-temurun,” ujarnya.

Menurutnya peta yang disampaikan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) Badung belum pasti karena peta itu belum pernah disosialisasikan ke masyarakat.

Sehingga tujuan beraudiensi ke dewan adalah untuk mengetahui apakah tanah yang ditempati masuk Zona DN atau tidak. 

Harapannya kalau tanah yang ditempati itu tidak masuk zona agar dipermudahkan untuk memproses kepemilikan sertifikatnya.

Ia pun memohon agar BPN dan BPKAD Provinsi Bali turun ke lapangan melihat mana yang termasuk aset pemprov dan mana yang tidak.

BNNP Bali Ungkap Tindak Pindana Narkotika Jaringan Medan, Pelatih Surfing Ditangkap di Canggu

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bali Nyoman Adnyana mengatakan aduan dari masyarakat segera ditindaklanjuti, dan berkoordinasi dengan BPN Badung dan BPKAD Bali.

Selanjutnya, mereka akan turun ke lapangan, dan diberi waktu 2 minggu untuk menuntaskan persoalan ini.

“Sekarang mereka diberi kesempatan dulu selama 2 minggu sesuai dengan janjinya nanti kita tindak lanjuti. Kalau ada yang mengandung unsur pidana akan direkomendasikan untuk dibawa ke kepolisian,” kata Adnyana.

Yang jelas, lanjut dia, pihak eksekutif yang mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan permasalahan itu, sedangkan tugas dewan adalah melakukan kontrol.

“Kalau ada pengaduan dari masyarakat yang perlu kita turun, ya kita akan turun,” ujarnya.

Menurutnya, kasus ini sangat merugikan masyarakat karena mereka tidak bisa menguasai secara penuh tanah yang ditempati selama puluhan tahun.

Seharusnya kalau ini bisa diperjuangkan, kemudian mereka bisa mendapat sertifikat sesuai hak mereka masing-masing maka akan lebih menguntungkan.

Sementara itu, Kasi Pengadaan Kantor BPN Badung, Ni Ketut Porda Mandayani, mengatakan saat dilakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di kecamatan Kuta Selatan, di wilayah Tanjung Benoa dan Mumbul, muncul bidang tanah yang berwarna merah dan putih.

Tanah yang berwarna putih merupakan tanah yang belum sertifikat, sedangkan yang merah katagori daratan negera (DN) yang dikelola pemerintah provinsi.

 
Ia menyatakan BPN dalam hal ini akan membuatkan sertifikat apabila subjek atas bidang tanah itu jelas.

Jika tidak jelas maka pihaknya tidak berani.

“Kami anjurkan untuk bisa disertifikat menjadi hak milik agar dilakukan permohonan rekomendasi ke Pemprov,” usulnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved