Ngopi Santai

Kota Yang Bahagia

Jika tuan ingin mencintai sebuah kota, selami kegundahannya untuk mengerti seberapa kerap dia terbahak.

Penulis: DionDBPutra | Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/Rizal Fanany
Pemandangan Taman Kumbasari di kawasan Tukad Badung di jalan Gajahmada, Denpasar 

KOTA selalu punya sisi yang risau.

Dia merupakan ekspresi paling jujur ihwal kemanusiaan.

Tidak hanya soal kecerdasan otak tapi juga hati yang acap menangis.

Jika tuan ingin mencintai sebuah kota, selami kegundahannya untuk mengerti seberapa kerap dia terbahak.

Ada pula yang bilang, selama berabad-abad, manusia selalu membangun kota dan kota membentuk karakter dan kultur manusianya.

Batavia dari purnama ke purnama telah membuat orang jatuh cinta.

Entah cinta yang terstimuli motif ekonomi, politik pun kekuasaan.

Begitulah.

Sebagai ibu kota negara bangsa-bangsa Nusantara, Jakarta merupakan episentrum hampir segalanya.

Ya politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Kemakmuran, kemasyuran, kemuliaan, kejayaan.

Serentak pula Jakarta bugil berwajah kemiskinan, kejahatan, tragedi, pengkhianatan, dusta serta nestapa.

Manusia membangun kota, dan kota membentuk manusia.

Dan, lihatlah betapa Jakarta selama hampir satu abad di bawah tudung NKRI, membentuk manusianya dengan moda transportasi umum serampangan hingga memendam kerisauan panjang.

Transportasi umum yang buruk bikin warga Jakarta (Jabodetabek) menjerit lirih di tengah gemuruh kemajuan zaman.

Kemacetan telah menjadi bagian keseharian sehingga mereka acap menggoda diri dengan kata-kata “tua di jalan”.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved