Ngopi Santai
Kota Yang Bahagia
Jika tuan ingin mencintai sebuah kota, selami kegundahannya untuk mengerti seberapa kerap dia terbahak.
Penulis: DionDBPutra | Editor: Eviera Paramita Sandi
Calon penumpang MRT antre membeli tiket. Tertib.
Jadi terkenang Munich, Bonn, Frankfurt, Istanbul dan beberapa kota di Eropa yang sempat saya jejaki.
Mereka telah terbiasa dengan kultur kereta api bawah tanah sebagai moda transportasi massal yang efisien, murah dan nyaman.
Kawasan sekitar stasiun pemberhentian MRT Jakarta apik tertata.
Senang sekali melihat pejalan kaki menjelajahi trotoar yang lega dan bersih. Trotoar tanpa PKL karena fungsinya memang bukan buat pedagang kaki lima.
MRT Jakarta terkoneksi dengan bandara, terminal bus, stasiun kereta api dan pelabuhan.
Informasi praktis jelas terbaca. Memudahkan siapa saja untuk mencobanya.
MRT Jakarta, kendati digerutui sejumlah pihak sebagai telat hadir dan belum sepenuhnya mengatasi kemacetan, setidaknya memberi bukti bahwa moda transportasi massal yang nyaman bisa disediakan bagi rakyat.
Persis seperti kata bijak di atas, manusia membangun kota dan kota membentuk manusianya yang beradab.
Maka bangunlah kota dengan pikiran dan perasaan sebagai manusia.
Bangun kota sebagaimana tuan dan puan dambakan menjadi penghuninya yang bahagia.
Bagaimana Denpasar?
Syahdan, sejak abad-abad yang lampau, ibu kota Provinsi Bali ini telah membuat banyak orang jatuh cinta.
Jutaan manusia seantero jagat saban tahun mencumbui indahnya Bali.
Mengagumi setiap debur ombak dan pantainya, budaya dan tradisi, mengecup kehangatan cinta manusianya.