Peternak di Bali Resah Sudah 606 Babi Mati di 3 Kabupaten Ini, Gejala Demam Tinggi & Kulit Kemerahan

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mencatat sudah ada 606 babi mati di tiga kabupaten dan kota di Bali

Tribun Bali/I Made Prasetia Aryawan
Sejumlah babi milik peternak di wilayah Desa Sudimara, Tabanan, Bali, Rabu (21/1/2020). Ratusan babi mati mendadak di Tabanan, Badung, dan Denpasar. 

 606 Babi Mati di Tiga Kabupaten Bali, Gejala Klinis; Demam Tinggi dan Kulit Kemerahan

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mencatat sudah ada 606 babi mati di tiga kabupaten dan kota di Bali, yakni Badung, Tabanan, dan Denpasar.

Data itu berdasarkan hasil kompilasi laporan dari Badung, Denpasar, dan Tabanan sampai tanggal 22 Januari 2020.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Ketut Gede Nata Kesuma, mengatakan 606 babi tersebut menunjukkan gejala klinis seperti demam tinggi, kulit kemerahan pada daun telinga dan bagian tubuh lainnya.

Selain itu juga mengalami muntah, diare, dan diakhiri dengan kematian.

“Kematian babi ini telah menimbulkan kerugian pada peternak,” kata Nata Kesuma melalui keterangan tertulisnya yang diterima Tribun Bali, Kamis (23/1).

Nata menuturkan, kematian ratusan babi ini di samping menimbulkan kerugian ekonomi juga akan berdampak psikologis dan kepanikan pada peternak lain di sekitarnya dengan menjual ternak babi dengan harga murah.

Kondisi tersebut perlu dicegah dengan melakukan tindakan cepat melalui penelusuran terhadap penyebab kasus serta melakukan edukasi kepada masyarakat peternakan babi.

Terhadap banyaknya kasus kematian ternak babi ini, Nata mengatakan Pemprov Bali dan Pemkab Badung telah melakukan koordinasi dengan Balai Besar Veteriner Kelas I Denpasar.

Koordinasi dilakukan guna melakukan investigasi secara terpadu ke lokasi kasus serta melakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium.

“Berdasarkan informasi dari BBVet Denpasar, hasil pengujian sedang berproses untuk di konfirmasikan dengan BBVet Medan,” jelasnya.

Menurut Nata, merebaknya kasus kematian ternak babi dalam waktu satu bulan terakhir di wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar menunjukkan adanya peningkatan patogenitas.

Hal itu disebabkan karena lingkungan di sekitar kandang kurang sehat ataupun disebabkan akibat adanya penyebaran virus, bakteri atau parasit dari satu lokasi ke lokasi lain.

Patogen itu ditularkan melalui kontak antara babi sehat dengan babi sakit atau melalui sumber lainnya seperti pakan yang berasal dari limbah hotel (swill feeding) yang mengandung bahan dari babi, pelaralatan kandang, dan sarana lainnya.

Dijelaskan olehnya, Provinsi Bali memang salah satu wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap ancaman masuknya penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.

Hal itu dikarenakan tingginya arus barang dan manusia ke Bali, padatnya populasi babi, tingginya penggunaan limbah hotel, restoran dan cathering (Horeka) sebagai pakan babi.

Selain itu sumber penularan ASF juga disebabkan karena masih rendahnya sanitasi budidaya peternak serta cara pemotongan babi yang masih tradisional.

Sehubungan dengan hal tersebut, tuturnya, pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis dan teknis sesuai dengan Pedoman Kesiapsiagaan Darurat Veteriner Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Diceritakan olehnya, sekitar awal Desember 2019 Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten dan kota seluruh Bali telah memberikan imbauan kepada para peternak untuk mewaspadai ancaman kasus penyakit menular pada babi terutama penyakit ASF.

Terlebih penyakit ini sudah menyerang beberapa negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, Hongkong, Korea Utara, Laos, Myanmar, Filipina, dan Timor Leste.

ASF di Indonesia telah menjangkit di 16 kabupaten di Sumatera Utara sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 820/Kpts/PK.320/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine fever).

Peternak Waswas

Terpisah, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi (GUPBI) Tabanan, I Nyoman Ariadi, mengakui sejak adanya isu penyebaran virus ASF membuat khawatir para peternak di Tabanan.

Mereka para peternak semakin waswas dengan kasus kematian babi secara mendadak di wilayah Desa Jegu, Penebel.

“Kami para peternak sampai tidak bisa tidur memikirkan hal itu, kami hanya bisa pasrah,” kata Ariadi, Rabu (22/1).

Ariadi melanjutkan, beberapa langkah yang dilakukan peternak untuk mencegah penyebaran virus tersebut adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan terutama kandang.

Kemudian juga rutin melakukan penyemprotan obat desinfektan untuk memproteksi kandang dari penyebaran virus.

"Semoga saja virus ini tak tersebar. Kami sementara ini hanya melakukan beberapa langkah seperti menjaga kebersihan kandang dan nyemprot obat," jelasnya.

Pria yang saat ini menjabat Perbekel Sudimara ini mengakui, selama ini belum ada tindakan dari pemerintah terkait antisipasi atau pencegahan virus ASF.

Padahal, jika virus mematikan sampai menyebar di Bali tentunya akan berpengaruh kepada ekonomi dan pariwisata.

Kemudian juga akan berdampak pada perayaan Hari Raya Galungan pada Februari mendatang untuk upakara dan konsumsi.

"Sejauh ini belum ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengantisipasi dan mencegah hal ini. Soal disinfektan peternak sudah biasa melakukan sendiri,” sentilnya. 

"Harus diambil langkah nyata dan cepat untuk mengatasinya," tegasnya. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved