Koster Pastikan Tidak Ada Tol Jawa-Bali, Sebut yang Disiapkan Kini adalah Tol Denpasar-Gilimanuk
Gubernur Bali Wayan Koster memastikan tidak akan ada pembangunan jalan tol atau jembatan yang menghubungkan Pulau Bali dengan Jawa.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Koster Pastikan Tidak Ada Tol Jawa-Bali, Sebut yang Disiapkan Kini adalah Tol Denpasar-Gilimanuk
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster memastikan tidak akan ada pembangunan jalan tol atau jembatan yang menghubungkan Pulau Bali dengan Jawa.
“Saya tegaskan tidak ada jembatan Jawa-Bali, yang ada adalah tol dari Jakarta sampai Jawa Timur,” kata Koster.
Gubernur Koster mengatakan hal itu seusai pelantikan Majelis Pembimbing Daerah, Pengurus Kwartir Daerah dan Lembaga Pemeriksa Keuangan Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Bali Masa Bakti 2019-2024 di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Senin (27/1).
Koster menegaskan konektivitas antara kedua pulau ini melalui pelabuhan. Pelabuhan Gilimanuk, kata dia, akan tetap beroperasi seperti biasa.
Gubernur mengatakan, di Bali saat ini sedang disiapkan studi mengenai pembangunan tol Gilimanuk-Denpasar.
Pembangunan tol Denpasar-Gilimanuk ini akan digarap pihak swasta dengan skema business to business (B to B).
Ada lima ruas jalan tol yang dibangun di beberapa titik.
“Untuk Denpasar dan Gilimanuk karena padat, itu akan dibangun tol. Menteri PUPR sudah setuju dan sudah dimasukkan ke dalam tata ruang.” ujarnya.
Koster mengatakan, dirinya telah mengurus persiapan pembangunan tol Denpasar-Gilimanuk ke Badan Pertanahan/Kementerian Agraria.
• Ini Alasan Bupati Jembrana Tolak Tol Ketapang-Gilimanuk, Hingga Petaka Jika Bali & Jawa Disambungkan
• Sejumlah Pembangunan Besar Akan Dilakukan di Bali, Mulai LRT Hingga Tol Gilimanuk-Denpasar
• Mengapa Bali Tolak Proyek Tol Ketapang-Gilimanuk, 4 Poin Ini Jadi Perhatian
Tahun ini studi kelayakan oleh pihak swasta diharapkan final.
“Saya memastikan layak atau tidak dari segi bisnis. Dia (pihak swasta) bilang layak," tuturnya.
Gubernur Koster menegaskan, dirinya tidak akan mengeluarkan kebijakan yang menyebabkan suatu perusahaan bangkrut atau rugi.
Pembangunan tol ini secara bertahap. Tahap pertama paling lambat pertengahan 2021 sudah mencapai 40 km.
Untuk pembangunan Lintas Rel Terpadu (Light Rapid Transit), kata gubernur, perencanaannya telah matang.
Sudah dua kali presentasi dan akan presentasi sekali lagi.
Pembangunan LRT dari Kuta Menuju Sanur, lalu menuju Mengwi hingga ke Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Pembangunan LRT akan terintegrasi di bawah tanah. Selain itu, pembangunan jalur kereta api di utara dan selatan melingkari Pulau Bali.
Kereta api lingkar Bali itu bisa dibangun di atas atau di bawah tanah.
“Itu yang akan kita bangun. Kita mau saingi Singapura,” tegasnya
Mendekati Kenyataan
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, Kadek Diana mengaku baru pertama kali bertemu seluruh stake holder terkait pembangunan LRT dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke Kuta yaitu Dinas Perhubungan Provinsi Bali, PT. Angkasa Pura I dan PT Nindya Karya (Persero)
Dari pemaparan stake holder, kata dia, rencana ini mendekati kenyataan.
Sudah ada penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan pihak investor dari Korea Selatan.
“Tinggal sekarang Nindya Karya sebagai konsultannya menyiapkan studi kelayakan dalam kurun waktu 6 bulan, kira-kira bulan Juni itu selesai,” kata Diana seusai rapat di Kantor DPRD Bali, Senin (27/1).
Menurut dia, kalau studi kelayakan dapat diterima PT Angkasa Pura I sebagai inisiator berarti konstruksinya bisa dimulai.
Kalau tidak ada kesepakatan maka harus evaluasi.
Diana menjelaskan proyek LRT merupakan rencana dari PT Angkasa Pura I guna mengurai kemacetan dari Kuta menuju Bandara Ngurah Rai.
Dari pemaparan yang disampaikan, Diana melihat cara mengurainya adalah tidak seluruh taksi atau mobil yang mengangkut wisatawan check in di bandara.
Pihak bandara menyiapkan titik check in di tempat lain, seperti Terminal Jineng sehingga bisa mengurai kemacetan dan kepadatan penumpang.
Di sisi lain, sebelum proyek itu dikerjakan tentu harus ada izin dari Pemprov Bali dan kabupaten/kota yang wilayahnya dilintasi LRT.
Hal itu wajib dilakukan karena LRT sebagian besar memanfaatkan ruang kabupaten/kota.
“Dari ruang yang dimanfaatkan tersebut apakah bentuknya hanya perizinan, pajak ataukah termasuk ada modal investasi kita di sana. Itu tadi belum ada jawaban,” tutur politisi asal Gianyar ini.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gede Wayan Samsi Gunarta mengatakan pihaknya terus membangun sinergi supaya proyek LRT bisa terealisasi.
Samsi menjelaskan, LRT sudah masuk masterplan Pengembangan Kereta Api Bali 2020-2024.
Ada dua opsi yaitu dibangun melayang atau berada di bawah tanah sedalam 30 meter.
Menurutnya jika lintasannya berada di bawah tanah, maka tidak ada pembebasan lahan karena kedalaman 30 meter itu secara umum masih dikuasai negara.
"Supaya praktis, biasanya Lintasan itu akan menggunakan ruang di bawah jalan raya sehingga kepentingannya relatif aman,” ujarnya.
Jalur yang akan dilalui LRT Bandara-Jineng berjarak 4,8 kilometer. Samsi menyebut proyek ini baru sampai tahapan inisiasi.
Artinya investor akan masuk, kemudian mereka kumpulkan kekuatan untuk memulai pengerjaannya.
Diperkirakan peletakan batu pertama (ground breaking) proyek LRT pada Juni 2020.
General Manager PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Herry A.Y. Sikado mengatakan pembangunan LRT ini untuk memperlancar konektivitas dari Kuta ke bandara dan sebaliknya.
Selama ini, akses tersebut menjadi persoalan terutama saat peak season seperti pada bulan Desember lalu.
Menurutnya, salah satu moda transportasi yang bisa mengakomodir adalah kereta.
Moda transportasi ini pun diharapkan bisa mengurangi kepadatan di bandara.
“Sekarang kapasitas parkir kita itu hanya 3.800. Mudah-mudahan dengan alternatif moda transportasi ini bisa mengurangi kepadatan di bandara maupun aksesibilitasnya ke kota,” kata Herry.
Ia berharap pembangunan LRT selesai tahun 2023. (sui/wem)