Palinggih Padmasari Bersanding Kloset Jongkok Dianggap Sumber Rezeki, Tim Pakem Sarankan Bongkar
Tim Pakem Bangli menyarankan kloset itu dibongkar lantaran tidak sesuai dengan etika agama.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI –Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bangli kini tengah menyelidiki laporan warga Kabupaten Bangli, Bali terkait ditemukannya bangunan Palinggih Padmasari yang disandingkan dengan kloset jongkok di rumah warga.
Penemuan ini telah menggegerkan warga setempat dan viral di media sosial.
Dimana dalam foto-foto yang beredar di media sosial, palinggih tertup wastra tersebut dibangun di sebuah tempat khusus berbentuk persegi.
Namun yang membuat terlihat tidak etis adalah bangunan yang disucikan umat Hindu ini disandingkan dengan kloset jongkok.
Ternyata bangunan semacam ini tidak hanya ditemukan di satu tempat.
Satu ditemukan di wilayah Kintamani tepatnya di Kelurahan Kawan, Bangli serta di Desa Bantang, Kintamani.
Kondisi tersebut membuat masyarakat merasa ada pelecehan tempat suci
“Dari laporan itu, warga berharap agar kami segera menindaklanjuti. Sebab palinggih merupakan simbol suci dari agama Hindu,” ujarnya, Jumat (31/1/2020).
Terhadap laporan yang masuk, Sukra mengatakan jika pihaknya wajib melakukan kajian terlebih dahulu.
Ia menegaskan tidak mau ujug-ujug bertindak.
Karenanya oleh parisada kajian juga melibatkan tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem).
Hal ini karena ada laporan bahwa warga yang memasang kloset di samping Palinggih Padmasari itu ikut sebuah aliran di Karangasem.
Saat ini, aliran tersebut tidak terdaftar di parisada.
“Itukan manyangkut banyak. Apakah itu aliran atau apa. Kalau itu agama secara umum, pelaksanaannya yang dianut masyarakat selama ini kan tidak ada seperti itu."
"Ketua Tim PAKEM ini dari kejaksaan, sedangkan anggotanya dari unsur Polri, TNI, Depag, Kesbangpol, dan sebagainya. Jadi kita teliti dulu, karena urusan agama ada kebebasannya, tapi tidak sebebas-bebasnya,” kata Sukra.
Pertemuan dengan Tim Pakem dilakukan hingga dua kali.
Dari hasil pertemuan tim dibagi tugas untuk mengecek kebenaran informasi tersebut, serta melakukan pendekatan dengan pemilik palinggih.
“Kita tidak bisa langsung menyalahkan, karena perlu pendekatan apakah itu aliran atau lainnya,” ungkapnya.
Dianggap Sumber Kehidupan Hingga Rezeki

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Sukra mengatakan guru aliran tersebut berasal dari Karangasem.
Pemasangan kloset jongkok berdasarkan pawisik.
Kloset dianggap sumber dari kehidupan, amerta, dan rezeki.
Tim Pakem Bangli kemudian menyarankan kloset itu dibongkar lantaran tidak sesuai dengan etika agama.
Atau diganti dengan barang lain yang tidak menimbulkan ketersinggungan.
“Berdasarkan laporan dari kepolisian, kloset itu sudah dibongkar dan diganti dengan payuk (periuk). Artinya jika menggunakan payuk bukan merupakan barang yang kotor,” katanya.
Mantan Kadisdikpora era Bupati Nengah Arnawa itu menambahkan di Kabupaten Bangli terdapat dua tempat yang memasang kloset di sebelah palinggih.
Namun bisa juga ada di wilayah lain namun belum terpantau.
“Sementara kita bekerja dengan pendekatan personal, artinya kita berbicara dari sisi etika. Karena etikanya dan estetikanya itu (pemasangan kloset) sudah melanggar, menyinggung perasaan."
"Ada palinggih (disandingkan) dengan kloset kan perasaan sudah tidak enak. Walaupun secara filosofi penjelasan yang bersangkutan, itu (pemasangan kloset) merupakan sesuatu yang luar biasa. Karena dianggap di sana sumber dari kehidupan, amerta, rejeki,” ungkapnya.
Namun karena penjelasan secara filosofis dirasa memicu perdebatan, Sukra menilai masih perlu pembinaan lebih lanjut.
Di sisi lain, tim Pakem masih melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai sebaran aliran itu di wilayah Kabupaten Bangli.
“Setelah semua (penganut aliran) wilayah di Bangli ini ditemukan dan didata orangnya, barulah nanti dilakukan pembinaan lebih lanjut secara bersama-sama."
"Tahapan pembinaan juga nantinya agar tidak menimbulkan ketersinggungan, paksaan, maupun ketakutan. Kami ingin agar mereka juga merasa dihargai keyakinannya. Namun kita perlu luruskan agar keyakinan itu tidak menimbulkan masalah,” tandasnya. (*)