Wayan Nirya Jadi Petani Arak Sejak Usia 12 Tahun, Bantu Finansial Keluarga
Wayan Nirya Jadi Petani Arak Sejak Usia 12 Tahun, Bantu Finansial Keluarga, Berharap Harga Perliternya Meningkat
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Wayan Nirya (65) petani arak asli Dusn Duwuran, Desa Tri Eka Buana,Kecamatan Sidemen, Karangasem, Bali tampak sudah tua.
Rambutnya memutih, kulit dipipi terlihat keriput, tatapannya tajam, dan tangannya masih kuat untuk manjat pohon kelapa 15 - 20 pohon, dengan tinggi skitar 10 - 20 meter.
Mulutnya tampak kuat saat meniup api untuk proses penyulingan buat arak.
Telapak tangannya tahan panas saat masukan kayu bakar ke tungku.
• Starting dan Subtitusi The Flash, Tak Ada Kendala Menjalin Chemistry Bersama Spaso
• Ramalan Zodiak 8 Februari 2020, Gemini Hadapi dan Terima Kenyataan, Pisces Perluas Jaringan Sosial
• Ramalan Zodiak Cinta 8 Februari, Virgo Biarkan Semuanya Mengalir Dari Hati, Libra Nikmati Suasananya
Tenaganya masih kuat saat mengangkat timbunan air irisan buah kelapa.
Suaranya masih nyaring, dan keras saat menjelaskan proses membuat arak.
Pria dua anak ini menjadi petani arak sejak usia 12 tahun, tepatnya saat duduk dibangku kelas VI.
Pihaknya jadi petani arak karena faktor ekonomi.
Meengingat saat itu orang tuanya harus memenuhi kebutuhan seorang diri.
Seperti kebutuhan didapur, istri, serta anaknya yang masih bersekolah di Sidemen.
"Saudara saya 6 orang. Paling besar saya. Karena kasihan lihat orang tua cari uang untuk kebutuhan tiap hari, akhirnya saya membantu orang tua jadi petani arak. Sampai sekarang jadi petani,"kata Nirya saat ditemui dirumahnya, Jumat (7/2/2020) kemarin.
Proses menjadi petani arak dilakukaan secara bertahap.
Mulanya untuk membantu orang tua yang kesulitan finansial.
Lama kelamaan jadi kebiasaan, hingga kini masih menjadi petani arak.
Bertani arak merupakan warisan leluhur, serta adat istiadat.
Warisan ini dilanjutkan regenerasi selanjutnya.
"Suka duka menjadi petani arak kita lalui. Harapan petani (arak) yakni harga per liternya meningkat, dan tak kucing - kucingan lagi dengan petugas kepolisian,"kata Wayan Nirya, suami Ni Wayan Wiarni.
Pihaknya mengaku menikmati jadi petani arak.
Pengalamaan yang didapat juga banyak.
Untuk kebutuhan setiap hari bersumber dari penjualan arak.
Mulai biaya di dapur, sekolah anak, serta biaya lainnya.
Dua orang anaknya kini kerja di Denpasar.
Penghasilan dari menjual arak cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya.
Seperti makan dan minum, serta kebutuhan lainnya.
Penghasilan dari menjual arak setiap 3 hari sekali mencapai 300 - 400 ribu.
Jumlah arak diperkirakan sekitar 30 - 40 liter.
Pendistribusiannya ke luar Karangasem, seperti Klungkung, Gianyar, Denpasar, hingga Badung.
Kadang beberapa pengepuk arak datang ke Tri Eka Buana menyisir para petani arak.
Petani arak di Tri Eka Buana berharap ada generasi yang meneruskan kebiasaan untuk membuat arak.
Mengingat prosesi ini merupakan warisan budaya dari leluhurnya sebelumnya.
Membuat arak sudah ditekuni warga sebelum penjajahan Belanda.
Arak ini merupakan minuman yang disakralkan warga sekitar.(*)