Ogoh-ogoh Banjar Tainsiat Denpasar Ditarget Selesai 10 Maret, Anggaran Pembuatan Rp 100 Juta

Tahun 2020, ogoh-ogoh yang dibuat Banjar Tainsiat yakni Tedung Agung yang menelan anggaran hingga Rp 100 juta

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Putu Supartika
Ogoh-ogoh Banjar Tainsiat, Denpasar, Bali. Ogoh-ogoh Banjar Tainsiat Denpasar Ditarget Selesai 10 Maret, Anggaran Pembuatan Rp 100 Juta 

Ogoh-ogoh Tedung Agung Banjar Tainsiat Denpasar Ditarget Selesai 10 Maret, Anggaran Pembuatan Rp 100 Juta

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ogoh-ogoh Banjar Tainsiat, Denpasar, Bali, selalu ditunggu saat pelaksanaan Pengerupukan.

Tahun 2020, ogoh-ogoh yang dibuat Banjar Tainsiat yakni Tedung Agung.

Menurut arsitek ogoh-ogoh Banjar Tainsiat, Nyoman Gede Sentana Putra, atau yang biasa disapa Kedux, konsep Tedung Agung ini ia dapatkan saat bulan Desember 2019 lalu.

"Di sini kan panas sekali, pas keluar kok dingin. Namun di sini panas pakai payung, di sana dingin juga pakai payung. Nah, dapatlah saya ide payung Bali yang ada ornamennya yang unik," kata Kedux saat ditemui di rumahnya, Senin (10/2/2020) siang.

Kedux menyebutkan, ada banyak filosofi dari payung ini, yakni penyeimbang dunia.

"Jika dikaitkan dengan situasi kekinian, maka Tedung Agung ini sejalan dengan konsep kosmologi Tri Hita Karana yang merupakan falsafah yang dapat memayungi atau melindungi dan melestarikan keanekaragaman budaya dan lingkungan di tengah derasnya hantaman globalisasi dan homogenisasi tanpa mengenyampingkan nilai-nilai ketuhanan," kata Kedux.

Selain itu, tedung ini bisa juga dilihat dari konsep kepemimpinan, dimana tedung melambangkan sosok yang mengayomi masyarakat.

Jari-jari yang mengembang pada setiap tedung atau payung melambangkan gotong royong yang terfokus pada satu poros yang merupakan satu titik tujuan.

"Bulat pada tedung merupakan falsafah dari keseimbangan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini yang meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan ke Tuhan yang saling terkait satu sama lain. Inti dari konsep ini dimana pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya sehingga mampu membentengi diri dari sifat-sifat hidup manusia yang modern yang lebih mengedepankan individualisme dan materialisme," kata Kedux.

Ia mengatakan, dirinya lebih suka membuat tokoh yang belum ada, hal ini dikarenakan dirinya tak terlalu menggeluti dunia pewayangan.

"Saya terinspirasi dengan tedung dan ingin wujudkan jadi tokoh yang saya kembangin filosofinya. Sekarang saya ingin memaksimalkan ogoh-ogoh yang sudah dibuat dua tahun ini," imbuhnya.

Untuk ogoh-ogoh tahun ini, dirinya masih menggunakan sistem hidrolik, dimana gerakan Tedung Agung ini hampir mirip dengan gerakan Ratu Sumedang yang dibuat dua tahun lalu.

"Tahun berikutnya saya akan maksimalkan untuk ogoh-ogoh tidur bangun, juga kerangka agar tidak patah seperti kemarin, setelah itu saya baru buat konsep yang baru," imbuhnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved