Terkait Korupsi Dana UEP Pedesaan Rp 225 Juta, Tanggapi Pledoi Rijasa, Jaksa Tetap Pada Tuntutan
Terkait Korupsi Dana UEP Pedesaan Rp 225 Juta, Tanggapi Pledoi Rijasa, Jaksa Tetap Pada Tuntutan
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangli mengajukan replik guna menanggapi pembelaan (pledoi) tertulis yang diajukan I Made Rijasa dan tim penasihat hukumnya.
Rijasa sendiri adalah Ketua Badan Pengawas LPD Desa Pakraman Selat, Susut, Bangli dan duduk sebagai terdakwa terkait dugaan korupsi dana UEP (Usaha Ekonomi Kreatif) Pedesaan sebesar Rp 225 juta.
Dalam nota repliknya yang dibacakan dihadapan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi, tim jaksa menegaskan tetap pada tuntutan yang telah diajukan pada sidang sebelumnya.
Untuk itu apa yang menjadi keberatan yang diajukan pihak terdakwa melalui nota pembelaan yang telah diajukan tidak dapat diterima atau ditolak.
• RSUP Sanglah Adakan Simulasi Terkait Penanganan Virus Corona
• CDL Disetubuhi Sejak 3 Tahun yang Lalu, Pelaku Merupakan Pengasuhnya
• Ingin Berkunjung Ke Cafe Cat Sanur? Ini Informasi HTM Hingga Fasilitas yang Ada
Dengan telah dibacakannya replik dari tim jaksa, dari pihak terdakwa melalui tim penasihat hukumnya akan kembali menanggapi (duplik).
Nota tanggapan tim penasihat hukum akan dibacakan sidang selanjutnya.
"Baik sidangnya kita lanjutkan Kamis 12 Pebruari ini. Agenda tanggapan tim penasihat hukum terhadap replik jaksa," ujar Hakim Ketua Esthar Oktavi.
Diberitakan sebelumnya, Rijasa dituntut pidana penjara selama satu tahun dan tiga bulan (15 bulan).
Oleh Jaksa I Dewa Gede Mahendra Gautama, terdakwa Rijasa dinyatakan telah terbukti sah dan menyakinkan bersalah bersama-sama melakukan korupsi.
Rijasa dijerat Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan telah diubah dengan UU RI No.21 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa atas kesalahannya itu dengan pidana penjara selama satu tahun dan tiga bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara," tegas Jaksa Gautama.
Selain dituntut pidana badan, Rijasa juga dituntut pidana tambahan.
Berupa pidana denda sebesar Rp 50 juta subsidair pidana tiga bulan kurungan.
Pula dalam surat tuntutannya, jaksa mengurai hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan mengajukan tuntutan.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa telah menghambat program pemerintah dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, dan mengakibatkan terganggunya operasional LPD Desa Pakraman Selat, dan perguliran dana UEP (Usaha Ekonomi Kreatif) Pedesaan.
Sehingga meresahkan masyarakat dalam hal ini Desa Adat Selat.
"Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, terdakwa sudah berusia 75 tahun dan telah mengabdi di masyarakat selama 27 tahun sebagai Bendesa sejak tahun 1993 sampai 2019, dan telah terdapat pemulihan dana UEP sebesar Rp 225 juta," beber Jaksa Gautama.
Sebagaimana diungkap dalam surat dakwaan jaksa, terdakwa Rijasa merupakan sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Ni Luh Natariyantini (terdakwa berkas terpisah) secara melawan hukum membuat menandatangani dan mengajukan surat permohonan pendanaan LPD kepada Pengelola Dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) PPK Kecamatan Susut, Bangli, Bali.
Tujuannya penambahan modal LPD, dengan lampiran 21 nama calon peminjam sebesar Rp 300 juta.
Pinjaman itu akan dikembalikkan dalam jangka waktu 24 bulan, dengan sistem angsuran pokok dan bunga setia bulannya.
Namun, terdakwa Rijasa bersama Ni Luh Natariyantini, tidak pernah menyalurkan dana UEP yang dimaksud.
Sehingga program untuk meningkatkan pelayanan kredit pada masyarakat miskin tidak terlaksana.
Sebaliknya, beber jaksa, terdakwa justru memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.
Yakni memperkaya I Ketut Joko sebesar Rp 197.100.000, Nengah Diarsa Rp 30 juta beserta bunga deposito sebesar Rp 240 ribu, I Wayan Daging Rp 5 juta, Agus Pratama Rp 20 juta, Suwiti Rp 5 juta beserta bunga R 150 ribu. Jika dikalkulasi, negara dirugikan Rp 225 juta, sesuai audit BPKP Perwakilan Provinsi Bali.
Dalam kesimpulannya, sebagaimana dakwaan jaksa di Pengadilan Tipikor Denpasar, dari pinjaman dana UEP-PKK senilai Rp 300 juta, dipotong administrsi Rp 600 ribu, maka I Made Rijasa selaku Ketua Badan Pengawas LPD, juga tahu bahwa dana Rp 299.400.000, harusnya benar-benar disalurkan pada mereka, yang nama-namanya (21 orang) disebutkan dalam permohonan pendanaan LPD.
Namun, kata jaksa, terdakwa selaku badan pengawas tidak memberikan petunjuk apa-apa kepada Ni Luh Natariyantini selaku Kepala LPD Selat, terkait penyaluran dana UEP yang benar. (*)