Upacara Pitra Yadnya Siwa Sumedang, Ngaben Sederhana Umat Hindu

Tetapi, ada baiknya, dalam melaksanakan upacara, agar disesuaikan dengan keadaan masing-masing, terutama keadaan ekonomi.

Penulis: Ni Kadek Rika Riyanti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Ni Kadek Rika Riyanti
Seminar dan Loka Karya Nasional bertajuk ‘Upacara Pitra Yadnya Siwa Sumedang: Sebuah pilihan bagi umat Hindu’ yang bertempat di Aula Parisada Hindu Dharma Indnesia (PHDI) Provinsi Bali, Jalan Ratna, Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali, Sabtu (7/3/2020). 

Cikrabalaniya: Watek Danuja.

Widyadariniya: Dewi Suparmi.

Wikuniya: Bagawan Nilaruci.

Dewaniya: Dewa Siwa.

Thirtaniya: Amrtha Sanjiwani.

Jika disimak dengan seksama, maka akan diperoleh kesimpulan bahwa begitu mulianya Upacara Pitra Yadnya ini, karena di sini ada keterlibatan Dewa Siwa untuk langsung menggaibkan Sang Inupakara ke Siwa loka (ring Madya), dengan cara yang sederhana (tanpa wadah, tanpa Patulangan, tanpa Damarkurung atau lampu kurung, ngelanus puput ring setra), dan ini sangatlah fleksibel (manistha, madya, utama), dan sangat tepat untuk dilaksanakan oleh berbagai lapisan masyarakat kita yang sangat majemuk dewasa ini.

Ini Alasan Kawasan Nusa Dua Dilakukan Proses Desinfeksi Oleh Pemprov Bali

Walau Belum Dapat Izin, Kapal Pesiar Viking Sun Nekat Dekati Pelabuhan Benoa Bali

“Itu sebabnya pengabenan seperti ini kalau kita cari perjalanannya, pembagian pengabenan jika berdasarkan keputusan Parisadha Tahun 1968 merupakan tingkatan kanista (tingkatan paling rendah). Tingkatan terendah ini bukan berarti tingkatan yang paling jelek. Kanista ini artinya sederhana. Sama seperti halnya upacara tingkatan yang paling utama, hanya saja banten, jalannya upacara, waktu yang dihabiskan singkat,” ujar Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si selaku Rektor IHDN Denpasar, ketika diwawancarai awak media di PHDI, Sabtu (7/3/2020).

Sehingga, sambung Prof Sudiana, pengabenan harus berjalan dengan ikhlas tanpa adanya perasaan terpaksa. Nantinya Upacara Pitra Yadnya Siwa Sumedang ini dapat dijadikan pedoman bagi umat Hindu.

Dirinya juga mengatakan bahwa Upacara Pitra Yadnya Siwa Sumedang ini juga bisa dilaksanakan secara massal.

“Kalau saya merasa tidak menghendaki dilaksanakan secara massal, agar tidak kelihatan mati, karena kalau tidak ada yang mati kan tidak ada yang ngaben,” pungkasnya.

Maka dari itu, umat Hindu diharapkan dapat memilih yang terbaik dan sederhana.

Nantinya apabila Upacara Siwa Sumedang ini kalau sudah jadi keputusan Parisadha, dapat menjadi alternatif oleh umat Hindu untuk menjalankan pengabenan.

“Ini sangat penting. Banyak umat Hindu yang akan mampu mengikuti pengabenan ini karena biayanya sedikit, waktunya singkat, mengenai penutupnya seorang Mangku Pandita boleh menutup upacara pengabenannya,” tegasnya.

Perlu juga diingatkan, lanjut Prof Sudiana, Upacara Pitra Yadnya Siwa Sumedang ini tidak mengurangi tatwa, susila, maupun acara yang sudah berjalan di pengabenan yang lainnya.

“Maknanya sama tetapi hanya berbeda sedikit pada banten, waktu, penutup, dan masalah upacara lainnya,” nilainya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved