Hari Raya Nyepi Tanpa Ogoh-ogoh di Desa Adat Renon, Ini Kisahnya
Desa Adat Renon menjadi desa adat satu-satunya di Bali merayakan Hari Raya Nyepi tanpa ogoh-ogoh.
Penulis: Noviana Windri | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ogoh-ogoh selalu identik dengan Hari Raya Nyepi.
Ogoh-ogoh diarak berkeliling desa adat saat malam pengerupukan menjelang Hari Raya Nyepi.
Namun, berbeda dengan Desa Adat Renon yang menjadi desa adat satu-satunya di Bali merayakan Hari Raya Nyepi tanpa ogoh-ogoh.
Bandesa Desa Adat Renon, I Made Sutama menceritakan hal tersebut terjadi sejak pertama kali pada tahun 1985 saat Pemerintah Kota Denpasar mengawali pembuatan dan pengarakan ogoh-ogoh di malam pengerupukan.
• Virus Corona Buat PSSI Pusing, Kompetisi Shopee Liga 1 2020 Diharapkan Berakhir Tepat Waktu
• Penyanyi Nyentrik Era 80-an Rama Aiphama Meninggal Dunia, Begini Kata Kerabat Almarhum
• Pemain Senior Bali United Bicara Tentang Kualitas Ceres Negros
Bukan tanpa alasan, setelah warga Desa Adat Renon selesai mengupacarai ogoh-ogoh, ogoh-ogoh tersebut hidup dan bergerak sehingga membuat warga ketakutan.
"Begitu ogoh-ogoh kami selesai diupacarai dan belum sempat diarak. Tenyata warga yang mengupacarai ketakutan karena ogoh-ogoh hidup dan bergerak sendiri," ungkapnya.
Di dua tempat berbeda yaitu di Pura Bale Agung dan Pura Ida Ratu Tuan Desa Adat Renon terjadi kesurupan dan petunjuk untuk pelarangan mengarak ogoh-ogoh.
"Kalau dikaitkan dengan Upacara Pengerupukan itu ada mecaru yang tujuannya untuk mengembalikan para Buta Kala ke alamnya. Dari situ di Renon ini tidak boleh dilaksanakan lagi.
"Karena roh jahat yang sudah dikembalikan ke alamnya tidak mungkin dipanggil lagi dalam bentuk pengarakan ogoh-ogoh," sambungnya.
Namun, pada tahun 1992 anak-anak muda Desa Adat Renon kembali membuat ogoh-ogoh karena tidak percaya dengan hal tersebut.
Dan kejadian ogoh-ogoh bergerak sendiri terulang lagi dimana saat itu ogoh-ogoh Randa dengan lidah menjulur bergerak-gerak sendiri.
Dan sekitar tahun 2016, karena ketidaktahuan dan rasa penasaran anak-anak kembali membuat ogoh-ogoh dan terjadilah ogoh-ogoh menangis.
"Karena lidah ogoh-ogoh bergerak dan menangis jadi tidak diarak saat itu langsung dibakar. Semenjak saat itu tidak lagi dibuat. Kami juga sudah memberitahu kepada warga tentang hal tersebut," ujarnya.
Desa Adat Renon adalah salah satu desa tua di Bali yang sudah ada sejak tahun 913 masehi atau 835 Saka.
Dengan luar 254 hektar yang terbagi menjadi 4 banjar dan 5 lingkungan.(*)