Ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin Banjar Dangin Peken Sanur, Semua Badan Ogoh-ogoh Berbahan Rotan

Ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin ini seluruh badannya menggunakan penyalin atau rotan yang dianyam sehingga terlihat sangat alami & kreatif

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Putu Supartika
Ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin Banjar Dangin Peken Sanur, Denpasar, Bali. Ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin Banjar Dangin Peken Sanur, Semua Badan Ogoh-ogoh Berbahan Rotan 

Ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin Banjar Dangin Peken Sanur, Semua Badan Ogoh-ogoh Berbahan Rotan

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ogoh-ogoh karya ST Dhananjaya, Banjar Dangin Peken, Desa Sanur Kauh, Denpasar, Bali, sungguh unik dan kreatif.

Ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin ini, seluruh badannya menggunakan penyalin atau rotan yang dianyam sedemikian rupa sehingga terlihat sangat alami dan kreatif.

Ogoh-ogoh ini merupakan perwujudan Bhanaspati Raja dengan satu kaki menyentuh tanah dan satu lainnya mengambang dan di bagian belakang terdapat ekor.

Rotan ini tak diberi warna dan tetap menampilkan warna alami dari rotan tersebut.

Sementara itu, untuk tapel ogoh-ogoh menggunakan kertas koran dan tanah liat, sedangkan ornamen atau hiasan menggunakan kelopak batang pisang serta kelopak bambu.

Cengkraman kaki bagian bawah terlihat sangat kuat.

Begitu pula gambaran otot kaki yang nampak dari tumpukan rotan yang tersusun menyerupai otot-otot yang kekar.

Arsitek ogoh-ogoh ini, I Wayan 'Apel' Hendrawan mengatakan Sang Hyang Penyalin merupakan tradisi sakral dari Desa Bugbug, Karangasem dan dikenal sebagai tarian pengundang hujan dan simbol kesuburan.

Rotan yang ujungnya berisi gangsing dan janur itu seolah hidup mengikuti alunan lagu, meliuk-liuk.

Seperti yang termuat dalam lontar anda kakacar yang terdapat di Desa Pakraman Bugbug, disebutkan bahwa tarian Sanghyang Penyalin merupakan pangeruat mala, penolak bahaya (wabah) ataupun gerubug.

Karena pada saat berjangkitnya wabah kacacar, tidak diperkenankan melaksanakan upacara keagamaan dalam memuja para Dewa dengan menggunakan "weda" di pura-pura sampai wuku Dungulan (Galungan).

Maka pada saat inilah dipentaskan tari Sanghyang dengan menggunakan lantunan kidung kidung suci untuk menghadirkan roh-roh suci atau makhluk-makhluk astral kesayangan para Dewa dan Sanghyang Catur Pat yan disebut Nyama Catur (Angggpati, Merajapati, Banaspati, Banaspati Raja) untuk memberikan pangaruwatan agar masyarakat terbebas dari segala bentuk bahaya ata pun wabah penyakit.

Menurutnya, ide awal pembuatan ogoh-ogoh dengan rotan ini bermula dari sisa rotan yang digunakan membuat instalasi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved