Corona di Indonesia
Mulai Hari Ini Objek Wisata Penglipuran Bangli Tidak Menerima Kunjungan Wisatawan
Objek wisata Penglipuran tidak akan menerima kunjungan wisatawan selama 13 hari kedepan.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Objek wisata Penglipuran, Bangli, Bali, tidak akan menerima kunjungan wisatawan selama 13 hari kedepan.
Upaya ini untuk mengantisipasi wabah virus Corona yang mulai merebak hingga wilayah Bali.
Keputusan Desa Adat Penglipuran untuk tidak menerima kunjungan wisatawan telah dibahas melalui paruman atau rapat desa adat pada Senin (16/3/2020) malam.
Bendesa Adat Penglipuran, I Wayan Supat saat ditemui Selasa (17/3/2020) mengungkapkan upaya tersebut merupakan tindak lanjut dari surat edaran dari Gubernur Bali maupun Bupati Bangli, dalam rangka menanggulangi meluasnya Corona virus disease 2019 (Covid-19).
• Satu Pasien Positif Corona Meninggal Dunia, Miliki Rekam Jejak ke Bali
• Pemkab Buleleng Siapkan Rp 17 Miliar untuk Penanganan Virus Corona
• Miliki Puluhan Gram Sabu Dan Ekstasi, Residivis 17 Tahun Ini Berhasil Dibekuk Satresnarkoba
Pihaknya tidak menampik jika dalam surat edaran Gubernur Bali maupun Bupati Bangli secara eksplisit tidak mengimbau untuk menutup ataupun tidak menerima kunjungan.
Kendati demikian, pada SE tersebut dijelaskan untuk mengurangi kegiatan yang bersifat menimbulkan keramaian.
Seperti pelatihan, FGD, maupun kegiatan lain yang melibatkan orang banyak.
“Kepariwisataan di Desa Penglipuran ini adalah pariwisata yang bersifat komunal, dan bersentuhan langsung dengan wisatawan. Karena dirumah-rumah ada warung yang menjajakan kuliner, ada souvenir, dan fasilitas umum seperti toilet dan sebagainya,” jelasnya.
Supat menegaskan, paruman desa adat merupakan keputusan tertinggi yang ada di desa adat Penglipuran.
Sesuai hasil paruman, disepakati untuk menutup atau tidak menerima kunjungan bagi wisatawan yang datang ke Desa Wisata Penglipuran.
“Kita menutup dengan waktu dari tanggal 18 Maret sampai dengan 30 Maret. Artinya sejalan dengan imbauan pemerintah juga, seperti lockdown pada surat edaran pak Gubernur, pak Bupati Bangli juga dari tanggal 16 Maret hingga 30 Maret. Ini upaya kami sebagai masyarakat adat selaku pemilik objek ini, untuk melindungi masyarakat dan orang lain,” tegasnya.
Supat mengatakan keputusan tersebut telah disampaikan kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Bangli.
Begitu pun ke media sosial.
Disinggung kondisi ekonomi warga dengan ditutupnya Penglipuran selama dua pekan kedepan kedepan, Supat menjelaskan bahwa kegiatan berjualan dirumah-rumah hanya dilakukan oleh ibu rumah tangga.
Sedangkan warga lainnya lebih banyak bekerja keluar desa.
Baik menjadi petani, buruh, hingga pegawai negeri.
“Tapi dampak secara ekonomi, jika jumlah kunjungan rata-rata 700 orang per hari dengan pendapatan rata-rata Rp. 12 juta hingga Rp. 13 juta, dalam jangka waktu dua pekan pasti akan terjadi kerugian. Hanya saja apapun yang kami lakukan pasti ada konsekuensinya. Walaupun tidak rugi secara ekonomi, bisa jadi rugi dari segi kesehatan. Tinggal mana yang akan dipilih. Dan konsekuensi ini sudah dibahas dalam rapat,” tandasnya.
Dilain pihak, Pengelola Pariwisata Desa Penglipuran, I Nengah Moneng saat ditanya kunjungan wisatawan mengaku dalam dua pekan terakhir kunjungan wisatawan terus menurun secara bertahap.
Kendati demikian, tingkat kunjungan yang paling terasa yakni pada hari Senin (16/3/2020), dimana penurunan mencapai 70 hingga 80 persen.
“Rata-rata normal kunjungan per hari mencapai 700 orang. Namun kemarin tamunya hanya sedikit. Mereka pun juga tidak terlalu berlama-lama, hanya sekedar saja berkunjung,” sebutnya.
Kembali pada masing-masing pengelola
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Bangli, I Nyoman Susila mengaku telah menerima surat dari Desa Adat Penglipuran, ihwal keputusan untuk tidak menerima kunjungan wisatawan.
Susila mengatakan hal tersebut kembali pada keputusan masing-masing pengelola.
Walaupun diketahui dalam SE Gubernur tidak ada imbauan untuk menutup objek wisata.
"Otoritas untuk menutup merupakan hak mereka selaku badan pengelola. Inikan (penutupan) demi keamanan dan untuk melindungi masyarakat disana. Sebab mereka juga punya hak atas wilayahnya," ucapnya.
Susila mengatakan pihak dinas tidak bisa memaksakan suatu objek wisata, untuk tetap membuka atau menutup ditengah situasi dan kondisi saat ini.
Adapun jika badan pengelola memutuskan untuk tidak menerima kunjungan wisatawan, pihak pengelola wajib memberikan pemberitahuan tertulis. (*)