Corona di Bali
Dari Rumah Ibadah hingga Membayangkan Berakhirnya Pandemi Corona
Corona telah mengajarkan banyak hal yang tak hanya ihwal kesehatan, tetapi juga relasi sosial, budaya, ekonomi, hingga politik.
Penulis: Widyartha Suryawan | Editor: Ady Sucipto
Statistik tersebut bisa jadi terus bertambah.
Untuk memutus rantai penyebaran virus corona, masyarakat diminta menghindari kerumunan (social distancing dan physical distancing) seiring meningkatnya jumlah kasus positif corona.
Sejumlah perusahaan memberlakukan kebijakan work from home bagi para buruhnya.
Di Bali, tak sedikit saya dengar ada pekerja yang dirumahkan tanpa dibayar, terutama para abdi pariwisata.
Sekolah-sekolah ditutup, para siswa diminta belajar di rumah. Tempat-tempat wisata menyusul ditutup.
Jalanan yang biasanya macet dengan suara klakson yang meraung-rangung, perlahan mulai lengang.
Di tengah banyaknya manusia yang menjerit -- baik yang terjangkit corona maupun tidak -- kabarnya, di masa karantina selama wabah corona ini, lapisan ozon justru mulai pulih.
Menurut New Scientist, lubang di lapisan ozon di atas Antartika terus pulih, yang menyebabkan perubahan sirkulasi atmosfer.
Mungkinkah corona adalah cara Semesta untuk memulihkan dirinya?
Membayangkan Pandemi Berakhir
Saat ini negara-negara di dunia sedang berusaha untuk mengakhiri pandemi ini.
China, sebagai negara yang pertama kali terjangkit corona, perlahan-lahan mulai pulih.
Italia kemudian sempat menyusul dengan catatan kasus positif Covid-19 terbanyak mengungguli Negeri Tirai Bambu itu.
Dalam beberapa hari terakhir, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 Amerika Serikat melesat jauh mengungguli kedua negara tersebut dengan 124 ribu kasus (per 28 Maret 2020). Sementara Italia 92 ribu kasus, dan China 82 ribu kasus.
Kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir.
Yuval Noah Harari penulis berkebangsaan Israel yang menulis trilogi ‘Sapiens’, ‘Homo Deus’ dan ‘21 Lessons for the 21st Century’ menyebut manusia tengah menghadapi krisis global – mungkin krisis terbesar generasi kita.
Dalam satu artikelnya yang dimuat di Financial Times baru-baru ini, ia percaya bahwa pandemi ini akan berakhir jika disongsong oleh solidaritas global.
Pertama dan terutama, kata Harari, untuk mengalahkan virus kita perlu berbagi informasi secara global. Itulah keuntungan besar manusia daripada wabah ini.
Harari melanjutkan: “Coronavirus di Cina dan coronavirus di AS tidak dapat bertukar tip tentang cara menginfeksi manusia. Tetapi Cina bisa mengajarkan banyak pelajaran berharga kepada AS tentang coronavirus dan cara mengatasinya.