Tipu Calon Tenaga Kerja ke Luar Negeri Hingga Alami Kerugian Rp 30 Juta, Terdakwa Endang Diadili

Pasalnya perempuan kelahiran Jakarta ini diduga melakukan penipuan terhadap calon tenaga kerja.

Penulis: Putu Candra | Editor: Wema Satya Dinata
tribunlampung.co.id/dodi kurniawan via Tribunnews
Ilustrasi Penipuan 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Endang Sugiyanti (50) harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Pasalnya perempuan kelahiran Jakarta ini diduga melakukan penipuan terhadap calon tenaga kerja.

Modusnya, Endang bisa mempekerjakan calon tenaga kerja di luar negeri, seperti di Brunei Darussalam, Malaysia, Jepang bahkan Selandia Baru.

Adalah I Wayan Sulatra yang menjadi korban Endang.

Sulastra mengalami kerugian hingga Rp 30 juta.

Update Virus Corona di Tabanan - Satu Pasien Lagi Terkonfirmasi Positif Covid-19 di Tabanan

Harga Gula Pasir di Buleleng Melambung, Tembus Rp 18 Ribu per Kilogram

Demikian diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai di persidangan yang digelar secara teleconference di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Sebagaimana perbuatan terdakwa, jaksa mendakwa dengan dakwaan alternatif.

Dakwaan pertama, terdakwa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu dengan akal dan tipu muslihat.

Maupun dengan karangan perkataan bohong, membujuk supaya memberikan barang barupa uang sebesar Rp 30 juta. Membuat utang atau menghapuskan utang. 

"Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP," terang Jaksa Anom kepada majelis hakim pimpinan I Ketut Kimiarsa.

Atau kedua, terdakwa dengan sengaja memiliki barang berupa uang sebesar Rp 30 juta, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yakni saksi korban I Wayan Sulatra. Perbuatan terdakwa dinilai melanggar pidana dalam Pasal 372 KUHP. 

Diungkap dalam surat dakwaan, perbuatan terdakwa dilakukan pada 1 Agustus 2018 di PT Gunawan Sejahtera Abadi (GSA) di Jalan Gunung Tangkupan Perahu, Denpasar Barat.

Terdakwa mengaku sebagai kepala cabang  kantor PT GSA yang bergerak dibidang penyaluran dan penempatan pekerja migran Indonesia.

Lebih lanjut dijelaskan, penggelapan dan penipuan itu berawal dari kedatangan terdakwa ke kampus Lembaga Pendidikan Pariwisata Bali (LP2B) di Jalan Kebo Iwa, Nomor 17, Gianyar.

Terdakwa mengaku bahwa perusahaannya bisa menempatkan PMI di berbagai negara. Rektor LP2B yang tertarik akhirnya menyanggupi kerja sama.

 "Namun, perjanjian kerja sama itu tidak tertuang dalam perjanjian hitam di atas putih," jelas Jaksa Anom.

Rektor kemudian menghubungi stafnya untuk menyampaikan pada alumnus P2B yang ingin bekerja di luar negeri bisa menghubungi terdakwa.

Salah satu alumnus yang dihubungi adalah saksi korban I Wayan Sulatra.

Korban yang tertarik kemudian mendatangi kantor terdakwa.

Sesampainya di kantor, korban ditemui langsung terdakwa. Korban menyampaikan keinginannya bekerja di luar negeri.

Terdakwa membenarkan dirinya bisa menempatkan tenaga kerja di beberapa negara. Salah satunya bekerja di perkebunan di Jepang.

Untuk meyakinkan terdakwa, korban mengatakan bulan pertama dan ketiga akan mendapat gaji Rp 18 juta.

Selanjutnya mendapat gaji Rp 28 juta. Mendapat iming-iming gaji besar, terdakwa pun tertarik.

 Namun, syaratnya harus membayar Rp 60 juta. Uang itu dipakai untuk membuat paspor, visa, dan keperluan lainnya.

Korban menanyakan apakah uang Rp 60 juta bisa dibayar setengahnya terlebih dulu, terdakwa mengatakan boleh.

Pada 10 Agustus 2018, terdakwa menanyakan pembayaran.

Saksi korban menjawab akan diberikan pada 13 Agustus di kampus LP2B Gianyar. Singkat cerita, korban dan orang tuanya bertemu terdakwa di kampus disaksikan pihak kampus. Pada 6 November, korban diberi tiket berangkat ke Jepang.

Korban juga diberi visa, namun visa berlibur.

Saat di Bandara Ngurah Rai, korban bertemu saksi I Nyoman Agus Hartono Sastrawan, calon TKI yang juga hendak berangkat ke Jepang melalui terdakwa.

Namun, sesampainya di Bandara Narita, Jepang, korban diperiksa pihak Imigrasi setempat.

Setelah dicek, korban dan saksi dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi kerja di Jepang karena tidak didampingi agen.

Hotel yang dipesan korban juga tidak dibayar. Sehari berselang, korban dideportasi ke Bali.

Korban yang kesal menemui terdakwa. Menariknya, meski sudah ketahuan belangnya, terdakwa tenang dan meminta korban mencari kos.

Korban dijanjikan akan diberangkatkan ke Jepang. Nyatanya, sebulan berlalu tak kunjung diberangkatkan. Korban pun melaporkan kasus ini ke polisi. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved