Tak Bisa Nikmati Masa Kanak, Kisah Pilu di Balik Anak Perempuan yang Jadi Kumari di Nepal

“Bahkan sampai sekarang aku sulit jalan kaki dengan gerakan yang benar karena saat masih kecil dulu aku selalu digendong atau ditandu," ujar

Suvra Kanti Das/Getty Images
Ritual Kumari Puja: Sebuah tradisi di Nepal mempercayai adanya seorang manusia dengan julukan Dewi Kumari yang terlahir sebagai titisan Dewi Taleju. Dewi Kumari sendiri merupakan dewi hidup yang disembah oleh umat Buddha dan Hindu di Nepal. 

Tidak hanya menginjak tanah, Kumari juga tidak diperbolehkan untuk berbicara dengan orang lain kecuali keluarga intinya saja.

Sebagai seorang Kumari, anak-anak perempuan tersebut juga tidak diperbolehkan meninggalkan singgasananya dan harus selalu duduk ketika orang-orang datang untuk berdoa dan beribadah.

Seorang Dewi Kumari hanya keluar dari kuil sehari dalam setahun pada saat festival Bhoto Jatra.

Festival yang diadakan untuk mensyukuri nikmat atas datangnya musim hujan dan panen.

Puluhan Dokter RSUP Kariadi Semarang Tertular Virus Corona Karena Terlambat Identifikasi

Tak Perlu Ribet, Inilah Tips Menghilangkan Jerawat dari Dr. Kadek Bratasuari 

Saat festival berlangsung, semua orang akan berdiri di pinggir jalan membawa anak-anaknya sambil berlutut.

Di sana, Kumari hanya boleh digotong dengan tandu emas atau digendong oleh pengawal khusus.

Sebagai representasi dewi yang menciptakan semesta alam dari perutnya, warga menganggap bahwa wajar jika kehidupannya tak sama dengan orang pada umumnya.

Seorang mantan Kumari pertama, Somika Boyrachasta menceritakan mengenai kehidupan normalnya usai kedewiannya berakhir, dikutip TribunTravel dari The Asian Parent.

Setelah menjalani kehidupan normal, Somika mulai bisa menyesuaikan diri dengan bekerja sambil kuliah.

Somika mengakui jika kehidupannya berbalik 180 derajat setelah dirinya mengalami menstruasi.

"Tidak ada lagi pemujaan, tidak ada lagi kunjungan orang-orang. Hidup yang aku dan keluarga jalani pasca Kumari jadi begitu sulit," ujar Somika.

Chanira Bajracharya yang juga mantan Kumari merasa bahwa hidup normal seperti remaja lainnya adalah hal yang sulit.

Bahkan setelah bertahun-tahun masa Kumarinya berakhir.

“Bahkan sampai sekarang aku sulit jalan kaki dengan gerakan yang benar karena saat masih kecil dulu aku selalu digendong atau ditandu. Dunia luar benar-benar hal yang asing untukku,”ucap Chanira.

Meski menjadi tradisi turun-temurun yang bukan hanya dipercaya, tetapi juga dijaga keberadaannya oleh setiap kelompok masyarakat Nepal, ternyata tradisi Kumari mendapat tentangan dari aktivis pemerhati perempuan dan anak-anak.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved