Inspirasi
Temukan Kombinasi Makhluk Halus Pengurai Jerami Padi, Nengah Muliarta Raih Doktor
I Nengah Muliarta berhasil meraih gelar doktor setelah menemukan kombinasi mahluk halus pengurai jerami padi.
Penulis: Sunarko | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - I Nengah Muliarta berhasil meraih gelar doktor setelah menemukan kombinasi makhluk halus pengurai jerami padi.
Pria Kelahiran Klungkung, 21 Januari 1979 tersebut berhasil meraih gelar doktor setelah mempertahankan disertasi berjudul “Pengelolaan Limbah Jerami Padi untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Hasil Padi” dalam ujian terbuka online yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian, Universitas Udayana pada Selasa (21/4/2020).
Dalam ujian promosi doktor tersebut, Muliarta yang juga Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali menyebutkan 2 kombinasi dekomposer lokal Bali yang memiliki kemampuan untuk mendekomposisi limbah jerami padi.
Dua kombinasi dekomposer lokal Bali yang merupakan kombinasi bakteri dan jamur tersebut diberi nama dekomposer lokal satu dan dua.
• 30 Kutipan Inspiratif dari RA Kartini, Cocok untuk Status di Media Sosial
• Pertama Kalinya, Fakultas Pertanian UNUD Gelar Ujian Promosi Doktor Online Akibat Pandemi Covid-19
Dekomposer lokal 1 terdiri dari kombinasi Paenibacillus polimyxa, Pseudomonas flourescens, dan Trichoderma hazianum.
Sedangkan dekomposer lokal 2 kombinasi dari Pseudomonas flourescens, Trichoderma hazianum, dan Aspergilus niger.
“Bakteri dan jamur yang digunakan ini merupakan lokal Bali atau diisolasi dari sumber medianya di Bali. Bakteri dan jamur ini ibarat mahluk halus karena tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop, tetapi mereka ini memiliki kemampuan untuk menguraikan limbah jerami padi menjadi kompos,” kata pria yang merupakan Mantan Komisioner KPID Bali periode 2014-2017 tersebut.
Menurut suami dari Made Sumariani ini, kombinasi dekomposer lokal Bali yang ditemukan mampu mempercepat proses pengomposan jerami padi dan menghasilkan kompos berkualitas yang sesuai dengan standar SNI.
Hal ini telah dibuktikan melalui uji coba penelitian, dimana dekomposer lokal 1 dalam pengomposan selama 35 hari dan pembalikan 7 hari sekali menghasilkan kompos matang dengan rasio C/N mencapai 13,78.
Sedangkan dekomposer 2 mampu menghasilkan kompos matang dengan rasio C/N 14,80.
“Dekomposer ini merupakan dekomposer aerob, sehingga tidak menghasilkan gas metan dan bau, sehingga lebih ramah terhadap lingkungan. Berbeda dengan pengomposan anaerob yang menghasilkan gas metan, tetapi gas metan yang dihasilkan cenderung dibuang. Padahal gas metan memiliki daya rusak 20-30 kali lebih kuat dari CO2” kata ayah dari I Wayan Raditya Mahendranata.
Muliarta memaparkan ide awal dari penelitianya terinspirasi setelah melihat adanya kecenderungan pembakaran limbah jerami padi yang dilakukan oleh petani.
Pada sisi lain jerami padi merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman.
Membakar jerami padi sama artinya membuang bahan baku pupuk dan menyebabkan petani membutuhkan pupuk lebih banyak pada musim tanam berikutnya.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Muliarta, didapatkan bahwa berdasarkan hasil survei terhadap petani di Kabupaten Klungkung pada 2017 tidak ada petani yang mengomposkan jerami padi.