Soal Kelonggaran Kredit, Ketua APPI Bali: Ada Mis Persepsi di Masyarakat terkait POJK
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menerima sebanyak 177 aduan dari masyarakat kepada industri perbankan dan lembaga multi finance terkait proses
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan kelonggaran kredit sebagai stimulus bagi sektor informal maupun Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) untuk menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi.
Hal itu dipastikan melalui Pidato Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3/2020) lalu dan ditindaklanjuti melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) POJK Nomor 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
Akan tetapi dalam realisasinya kini dihadapkan oleh pelbagai dinamika di Bali.
Bahkan, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menerima sebanyak 177 aduan dari masyarakat kepada industri perbankan dan lembaga multi finance terkait proses restrukturisasi.
• Keluarga Jenggo Bagikan Sembako ke Masyarakat, Ketuk Hati Warga berkecukupan agar Ikut termotivasi
• BPOM Sarankan Pemakaian Pelembab Jika Tangan Terasa Kasar Akibat Penggunaan Hand Sanitizer
• Sempat Diundur Karena Corona, BWF Umumkan Piala Thomas dan Uber 2020 Digelar 3-11 Oktober
Sementara, satu lembaga non bank "HC" resmi dilaporkan Komite 1 Bidang Hukum DPD Bali ke OJK Wilayah Bali, karena mendapati banyak keluhan dari masyarakat dan dirasa tidak kooperatif dalam menjalankan POJK.
Melihat hal ini, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Bali Kadek Tirtayasa menilai ada mis-persepsi di sebagian kalangan masyarakat terkait regulasi ini.
"Ada yang hanya memahami pernyataan menyebutkan penangguhan satu tahun, itu yang ditangkap masyarakat, padahal dalam teknis POJK tentang restrukturisasi ada beberapa strukturnya bagi konsumen, konsumen maunya tidak bayar, yang industri ada keterbatasan," kata dia kepada Tribun Bali, Rabu (30/4/2020)
Menurutnya, industri tetap memerlukan cash flow sehingga mengacu pada POJK ada sejumlah restrukturisasi yang ditawarkan.
"Industri perlu cash flow, pembayaran bunga saja jangka waktu 6 bulan itu hampir semua melakukan, namun ada juga ekspektasi sebagian kecil konsumen yang ingin kalau bisa tidak bayar setahun. Kembali lagi POJKnya tidak seperti itu," jelas dia.
Ia menambahkan, masyarakat jika ada komplain bisa mengadu ke masing-masing finance secara online sebagaimana aturan covid-19.
Dan akan dijelaskan detail terkait regulasi tersebut.
"Industri mengacu pada regulasi, komplain masuk ke kami, kami kembalikan ke regulasi, ada tidak mau memahami, dijelaskan POJK tidak mau tahu mau yang enak tidak bayar," ucapnya. (*)