Breaking News

Nasib Pilu ABK Indonesia di Kapal China, Gaji Belum Dibayar, Tidur Hanya 3 Jam Dan Makan Umpan Ikan

Pria lulusan SMK di Kepulauan Natuna, Riau ini, acap kali hanya tidur tiga jam. Sisanya membanting tulang mencari ikan.

Editor: Eviera Paramita Sandi
KFEM via BBC
Para Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia menceritakan pengalaman mereka selama berada di kapal China 

Dihadapkan kenyataan pahit seperti itu, NA dan rekan-rekannya yang beragama Islam akhirnya hanya bisa memandikan dan menshalati jenazah rekan-rekannya.

"Kami mandikan, shalati dan baru 'dibuang'," ungkapnya. MY mengatakan, hal itu melanggar kontrak ABK karena di perjanjian awal "(jenazah) ABK bisa dipulangkan."

Minta pemerintah gugat

RV, BR, KR, MY, dan NA sepakat bahwa Pemerintah Indonesia harus melakukan gugatan hukum kepada pemilik kapal asing. "Agar kejadian ini tidak terulang lagi," ujar mereka.

Sementara itu, MY dan NA berharap pengalaman buruk mereka di atas kapal Long Xin 629 tidak dialami warga Indonesia yang tertarik untuk "melaut".

Untuk itulah, mereka mengharapkan agar perusahaan yang mengirimkan calon ABK agar lebih memperhatikan soal hak-hak mereka sebagai ABK. "Kita kan sudah ada perjanjian, dan ada pelanggaran kayak gini. Kita maunya perusahaan (yang mengirimkan mereka) bersikap lebih tegas," kata MY.

"ABK, pekerjaan berisiko tinggi" Koordinator ILO Asia Tenggara untuk Proyek Perikanan, Abdul Hakim, mengatakan, para pekerja berhak tahu rincian pekerjaan mereka, seperti jam kerja, dalam kontrak awal.

"Itu pelanggaran," kata Abdul menanggapi pengakuan sejumlah ABK Indonesia yang mengaku kontrak kerjanya tak keterangan itu.

Ia mengatakan, seharusnya jam kerja hingga hak-hak pekerja untuk beristirahat dicantumkan dalam kontrak kerja.

Konvensi ILO No 188 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan, kata Abdul, mengatur ABK berhak beristirahat selama 10 jam sehari pada kapal yang tetap di laut selama tiga hari.

"Problemnya (dalam kasus ini) ada di soal kelelahan, keletihan, dan tidak terjaminnya masa istirahat," ujar Abdul. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, ABK di kapal ikan termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi.

Ia mengatakan, masalah seperti ini harus diselesaikan dari hulu.

"(Pemerintah) mendorong pengawasan lebih ketat terhadap penyusunan perjanjian kerja laut antara awak kapal dengan pihak pemilik kapal sehingga tidak ada klausul yang merugikan hak-hak awak kapal," ujar Retno.

"Mendorong penegakan hukum terhadap pihak yang memberangkatkan awak kapal tanpa melalui prosedur. Pelaksanaan hukuman perlu dikedepankan berdasarkan UU 21/2007 tentang tindak pidana perdagangan orang."

Retno mengatakan dalam konferensi pers secara daring (7/5/2020) bahwa pihaknya telah mengadakan komunikasi dengan Dubes China terkait kasus itu.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved