Dalam Rangka Perayaan HUT, Suryani Institute Publishing Luncurkan Buku Bincang Psikiater
di buku Bincang Psikiater, Tribunners akan menemukan jawaban yang sekiranya membantu untuk menentukan pilihan karier dan pendidikan atau menikah
Penulis: Ni Kadek Rika Riyanti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Kadek Rika Riyanti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mendahulukan karier dan pendidikan atau segera menikah?
Pertanyaan itu mungkin pernah bersemayam di benak segelintir orang ketika dihadapkan pada dua pilihan itu.
Terkesan sepele, tapi jujur saja, tidak sedikit yang linglung dibuatnya.
Karier dulu?
Atau menikah dulu?
• Baksos Senat Politeknik Nasional Denpasar Peduli Dari Mahasiswa, Untuk Mahasiswa
• Amankah Cas Baterai HP di Mobil? Begini Penjelasannya
• 7 Tempat Terbengkalai di Dunia dengan Kisah Menyedihkan di Baliknya
Menjadi salah satu bab pembahasan di buku Bincang Psikiater, Tribunners akan menemukan jawaban yang sekiranya membantu untuk menentukan pilihan berdasarkan pertanyaan di atas.
Tribunners akan diajak berpikir secara perlahan dan runut namun pasti, dengan memikirkan segala kemungkinan yang ada, serta terasa seperti tengah melakukan konseling langsung dengan ahlinya.
Buku Bincang Psikiater ini diluncurkan oleh dua psikiater kondang Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K), MARS dan Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) dalam rangka perayaan ulang tahun Suryani Institute for Mental Health ke-15 di masa pandemi Covid-19.
Buku ini lahir dari kumpulan tulisan dua psikiater tersebut di kolom Bincang Psikiater pada Harian Tribun Bali yang diasuh Ni Ketut Sudiani dan terbit setiap hari Minggu.
Berawal dari hasil bincang-bincang sederhana mereka dengan Pemimpin Redaksi Harian Tribun Bali, Sunarko, mengenai meditasi yang disebarkan di masyarakat, kolom Bincang Psikiater ini hadir dengan konsep yang menarik.
Konsep psikiatri yang dianut di buku itu merupakan gabungan konsep Barat dengan konsep masyarakat Bali yang beragama Hindu, kemudian dipadukan dan menghasilkan tulisan yang sarat pengetahuan dan ciamik.
Dr. Cokorda bercerita, setelah beberapa kali pertemuan dan Sunarko mencoba mempraktikkan meditasi yang diajarkan pada masyarakat yang berminat hadir di Wantilan DPRD Bali Renon, tiba-tiba dirinya mendapat penawaran dari Sunarko untuk mengisi rubrik di Harian Tribun Bali, sehingga masyarakat memahami masalah kejiwaan dan tidak meyakini bahwa sekali ia mengalami gangguan jiwa, maka seumur hidup ia menderita gangguan ini.
Kemudian, ide untuk membukukan tulisan tersebut menjadi penting karena tergerak hati dari kedua penulis agar pemikiran tentang masalah kejiwaan di masyarakat bisa dipahami.
Semua orang mempunyai masalah.