Corona di Bali
Listrik Diputus, Pemasukan 0 Persen, Toya Devasya Desak PT. PLN Agar Memberikan Kelonggaran
Toya Devasya melayangkan permohonan kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar memberikan kelonggaran
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Toya Devasya melayangkan permohonan kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar memberikan kelonggaran bagi pengelola usaha pariwisata itu.
Pemilik Area Wisata Toya Devasya, Dr. I Ketut Mardjana mengatakan, pihaknya sudah tiga kali melayangkan surat permohonan kepada PT. PLN Bali, namun belum mendapatkan kejelasan ihwal relaksasi.
"Kami sudah bersurat tiga kali, 2 kali minta penundaan sejak April lalu dan satu kali agar bisa mencicil. Karena telat membayar satu bulan justru PLN melakukan pemutusan listrik sampai dibayarkan, batas waktu 3 bulan sampai 20 Juni, kalau belum dibayarkan akan dibongkar, padahal kami sama sekali tidak ada cashflow," ungkapnya.
"Bukan niat untuk tidak membayar, hanya melakukan penundaan karena masalah cashflow," tegasnya
• Pertumbuhan Ekonomi Bangli Tahun 2019 Berputar Lebih Cepat
• Kisah Bek Bali United Andhika Wijaya, Pernah Bermain Bersama Sukarja dan Adi Parwa di PS Badung
• 9 Lokasi Ini Dijadikan Tempat Karantina PMI di Karangasem
Mardjana menjelaskan, selama masa operasional beban listrik mencapai Rp 120 juta/bulan sedangkan selama masa pandemi Covid-19 atau berhenti operasi beban biaya listrik yang ditanggung di angka Rp 78-80 juta, belum termasuk biaya operasional lain-lain.
"Ini beban utang luar biasa bagi perusahaan kelas menengah, perbankan sudah memberikan penundaan pembayaran, bunga masih diberikan keringanan. Dari PLN harapannya juga ada keringanan, kami tidak ada cashflow sejak mulai sepi akhir Februari lalu," bebernya.
Pria yang juga menjabat Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badan Pengurus Cabang (BPC) Bangli periode 2017-2022 itu menuturkan, beban akan lebih berat apabila melakukan penyambungan listrik kembali.
"Kami sudah 2 bulan lebih tutup, pegawai dirumahkan, sama sekali tidak ada cash flow, listrik kita minta tunda, jangan dicabut, menyambung kembali akan jauh lebih berat," katanya.
Padahal adanya Pemandian Air Panas Alami di Kintamani, Bangli, Bali, menurutnya merupakan front liner dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan lapangan kerja dan link yang disediakan.
"Adanya permasalahan ini, beban luar biasa bagi anggota PHRI dampak paling keras pariwisata. Kami mempekerjakan 220 orang, menghidupinya, link bisnis, driver, guide member total ada sekitar 17.000 orang," beber dia.
Pihaknya mendesak adanya kelonggaran dari PT. PLN dan insentif pemerintah sesuai PP Nomor 23 Tahun 2020 yang merupakan payung hukum Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Rencananya kami mau mulai buka kembali 1 Juni mundur menjadi 15 Juni 2020 karena ada kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Denpasar. Kami berharap ada modal kerja dari pemerintah, banyak yang harus dibenahi," ucapnya
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Asita Bali, Putu Winastra mengatakan, pelaku pariwisata bersama pemerintah harus bersiap apa yang musti dilakukan menyongsong denyut mulai normal nantinya.
"Pemerintah harus melalukan sesuatu start from the arrival wisatawan di airport seperti apa SOP nya. Lalu apa strategi menggerai pasar domestik," kata Putu
Pihaknya juga mengusulkan agar seluruh obyek wisata yang dikelola pemerintah bisa digratiskan.
"Agar seluruh obyek wisata yang dikelola oleh pemerintah bisa digratiskan," ucap dia. (*).