Jepang Tergolong Sukses Tangani Pandemi Corona, Namun Sejumlah Tokoh Tidak Puas
Padatnya kereta komuter Tokyo juga sempat memicu kekhawatiran ibu kota Jepang akan menjadi "New York berikutnya" dalam hal
Akan tetapi ia memperingatkan, "Jika ada wabah eksponensial lagi, kita perlu melakukan lebih banyak pengujian."
Suzuki meyakini keberhasilan Jepang tidak jauh dari kebiasaan memakai masker dan menjaga kebersihan serta cuci tangan.
Teka-teki Jepang
Virus corona sudah masuk Jepang pada Januari dan sebulan kemudian ditambah maraknya kasus di kapal Diamond Princess, yang saat itu adalah pusat penyebaran terbesar di luar China.
Abe langsung menginstruksikan penutupan sekolah pada akhir Februari, meski penambahan kasus harian kurang dari 200 secara nasional.
Ketika jumlah kasus naik - mencapai angka tertinggi pada 11 April sebanyak 700 kasus sehari - ada kekhawatiran akan melumpuhkan sistem kesehatan Jepang.
Maka Abe menyatakan keadaan darurat nasional virus corona pada 7 April, memberi kewenangan pada para gubernur untuk mendesak warganya tetap di rumah dan menutup bisnisnya.
Cara ini lebih lembut daripada lockdown di negara-negara lainnya, karena tidak ada hukuman bagi para pelanggar. Untuk mengurangi dampak, Abe juga menjanjikan pemberian 100.000 yen (Rp 14 juta) untuk setiap warga Jepang sebagai bagian dari paket stimulus senilai 1 triliun dollar AS (Rp 15 kuadriliun).
Namun bantuan ini tidak lepas dari kritikan, karena penyaluran bantuan 2 masker ke rumah tangga tidak berjalan lancar.
Sebuah survei di Kyodo News baru-baru ini menunjukkan 57,5 persen responden tidak senang dengan tanggapan pemerntah Abe terhadap pandemi ini, dengan hanya 34,1 persen yang menyatakan kepuasannya.
Tobias Harris seorang ahli politik Jepang dari konsultan Teneo mengungkapkan kepada AFP, bahwa kinerja Abe "tidak merata".
"Saya pikir dia telah kesulitan di garis terdepan sejak awal, komunikasinya tidak efektif, dan tidak dilayani dengan baik oleh para pembantunya," tambah Harris.
Kebijakan penutupan sekolah mungkin membantu mengatasi penyakit ini, tapi Harris meyakini standar kebersihan yang tinggi, populasi yang umumnya sehat, dan kebiasaan memakai masker sebagai alasan yang lebih mungkin di balik rendahnya tingkat kematian Jepang.
Namun spekulasi apa pun harus disikapi dengan hati-hati karena begitu banyak yang belum diketahui tentang penyakit ini.
"Mungkin perlu lebih banyak pengamatan untuk menjawab teka-teki Jepang."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Misteri di Balik Keberhasilan Jepang Tangani Virus Corona