Ngopi Santai
Sehat Tapi Palsu di Gilimanuk
Hari- hari ini nama Gilimanuk kembali menjulang. Sedikit geger mencabik langit setidaknya bagi sebagian penghuni Pulau Dewata.
Penulis: DionDBPutra | Editor: Eviera Paramita Sandi
Maklum ini urusan sehat walafiat di tengah serangan pandemi Covid-19 yang kurvanya di Indonesia serta Bali seperti enggan melandai ke lembah.
Sehat sebagai syarat bisa mudik atau pulang kampung.
Cerita demikian. Tofik, pemudik dari Denpasar yang menyeberang ke Jawa melalui Pelabuhan Gilimanuk, mengungkap adanya praktik penjualan surat keterangan sehat palsu di Gilimanuk.
Cukup membeli surat sehat palsu seharga Rp 100- Rp 300 ribu, pemudik diizinkan petugas berwenang naik kapal feri menuju Ketapang. Beres urusannya.
"Saya beli di Gilimanuk. Awalnya saya gak mau beli, tapi karena kepepet pulang, terpaksa saya beli Rp 100 ribu. Kalau ramai dijual Rp 250 sampai Rp 300 ribu per surat," kata Tofik kepada teman saya, jurnalis Tribun Bali I Wayan Erwin Widyaswara melalui sambungan telepon, Rabu 13 Mei 2020.
Tofik tidak asal omong. Dia memberikan foto surat keterangan sehat palsu yang meloloskannya pulang kampung.
Terlihat pada kop surat itu bertuliskan "UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Barat".
Tofik pertama kali bagikan informasi surat sehat palsu tersebut di sebuah grup Facebook.
Sontak viral dan menjadi perbincangan warganet.
Menurut cerita Tofik, semua berawal pada Senin 11 Mei 2020.
Hari itu ia sudah berada di Pelabuhan Gilimanuk. Dia mengaku terpaksa tinggalkan Denpasar karena untuk bayar uang kos pun sudah tak mampu.
Saat mau menyeberang ke Ketapang petugas berwenang mengatakan tidak, sebab Tofik tak mengantongi surat keterangan sehat yang menjadi syarat bagi setiap orang yang hendak bepergian sekarang ini.
Tofik pun duduk merenung di Pelabuhan Gilimanuk. Bingung. Mau balik ke Denpasar atau bagaimana.
Malam pun tiba. Tiba-tiba, seorang pria yang diduga ojek pangkalan (opang) di kawasan Pelabuhan Gilimanuk
mendekatinya.
Si pria itu menawarkan surat keterangan sehat. Awalnya Tofik enggan. Lama-kelamaan dia tertarik juga.