AS Berencana Uji Coba Nuklir Lagi Sejak 1992, Aktivis Perlucutan Senjata Nuklir Beri Kecaman
Tak hanya itu. Rencana ini jika digulirkan bakal memberikan reaksi dari negara kuat lain yang mempunyai persenjataan nuklir.
TRIBUN-BALI.COM - Pemerintah AS berencana melakukan lagi uji coba nuklir sejak dilakukan terakhir 1992, sebagai peringatan terhadap ancaman dari China dan Rusia.
Dikabarkan oleh Washington Post, percobaan itu bakal menjadi peningkatan signifikan dari kebijakan pertahanan Negeri "Uncle Sam".
Tak hanya itu, rencana ini jika digulirkan bakal memberikan reaksi dari negara kuat lain yang mempunyai persenjataan nuklir.
Analis menyatakan jika kabar ini benar, maka bakal memicu "perlombaan senjata nuklir yang belum pernah terjadi sebelumnya".
• Pernah Mimpi Dikejar? Hati-hati Ada masalah yang Menghampiri
• Ketua TP PKK Provinsi Bali Serahkan Bantuan 410,9 Ton Beras & 90.000 Masker Kepada Warga Terdampak
• Jadwal Belajar Dari Rumah TVRI Minggu 24 Mei 2020, Ada Cerita Yadnya Kasada di Tengger
Mengutip tiga sumber, dengan dua di antaranya berstatus mantan, menerangkan bahwa pembicaraan itu sudah mulai digelar pada 15 Mei.
Pembahasan itu terjadi setelah pejabat AS mengklaim, China dan Rusia melakukan uji coba bom nuklir itu meski dalam skala rendah.
Diwartakan AFP Sabtu (23/5/2020), Moskow dan Beijing sama-sama membantah klaim itu, dengan AS juga tak menyertakan bukti tuduhan mereka.
Sumbernya dari pejabat senior yang mengungkapkan, mereka harus bisa mendemonstrasikan mampu melakukan "uji coba secara cepat".
Jika sukses, kemampuan itu bisa dijadikan bahan negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan trilateral antara AS, Rusia, dan China.
Pertemuan pada pekan lalu itu tidak menghasilkan apa pun, dengan ketiga sumber terbelah apakah pembahasan itu bakal dilanjutkan.
Aktivis perlucutan senjata pemusnah massal itu langsung bereaksi dan mengecam rencana itu. Antara lain Daryl Kimball kepada The Post.
"(Rencana) itu jelas akan menjadi permulaan buruk bagi perlombaan senjata nuklir yang tak disangka-sangka," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengetatan Senjata itu.
Kimball menerangkan, kabar itu jelas "mengganggu" negosiasi denuklirisasi dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, yang bisa jadi akan mengabaikan moratoriumnya sendiri.
Peringatan keras juga datang dari Beatrice Fihn, anggota Kampanye Internasional untuk Penghapusan Senjata Nuklir (ICAN) yang menang Nobel 2017.
Fihn menjelaskan, rencana pemerintahan Presiden Donald Trump itu akan membuat dunia mundur kembali ke era Perang Dingin.
• Perang Dingin AS-China Semakin Memanas di Laut China Selatan, Ternyata Ini yang Diperebutkan
• Begini Pelaksanaan UTBK-SBMPTN 2020 Ditengah Pandemi Covid-19, Catat Jadwalnya
• Anthi Wijaya Hadirkan Cemilan Milk Choco Chewy, Selain Lezat Juga Cocok Untuk Dijadikan Hadiah