Polisi yang Menginjak Leher George Floyd hingga Tewas Didakwa Pembunuhan

Di sisi lain, keluarga Floyd merilis pernyataan penangkapan Chauvin sebagai 'langkah yang baik namun terlambat bagi keadilan'.

Editor: Eviera Paramita Sandi
CBS Evening News
Derek Chauvin, anggota kepolisian yang menginjak leher George Floyd, kerap mendapatkan keluhan hingga berujung tindakan disipliner. 

TRIBUN-BALI.COM- Perwira polisi Minneapolis, Amerika Serikat (AS) yang berlutut menindih leher George Floyd, Derek Chauvin, didakwa pembunuhan tingkat tiga pada Jumat (29/5/2020) lalu.

Pihak berwenang setempat menahan Chauvin dan mengamankannya ke dalam jeruji besi.

"Kami sedang dalam proses untuk terus meninjau bukti. Mungkin nanti ada informasi tambahan," kata jaksa wilayah Hennepin, Mike Freeman, dikutip dari The Guardian. 

Berdasarkan tinjauan terhadap video CCTV dan bukti video lainnya, pihak berwenang menyimpulkan Chauvin berlutut menindih leher Floyd selama hampir 9 menit.

Tidak hanya itu, setelah Floyd tampak tak sadarkan diri, Chauvin masih pada posisinya selama 43 detik.

Di sisi lain, keluarga Floyd merilis pernyataan penangkapan Chauvin sebagai 'langkah yang baik namun terlambat bagi keadilan'.

Keluarga Floyd ini masih menuntut Chauvin maupun polisi terkait mendapat dakwaan pembunuhan tingkat pertama.

"Rasa sakit yang dirasakan komunitas kulit hitam atas pembunuhan ini dan apa yang tercermin dalam perlakuan terhadap orang kulit hitam di Amerika adalah nyata dan sekarang tumpah ke jalan-jalan di seluruh (negara)," bunyi pernyataan itu.

Di bawah hukum Minnesota, tuduhan pembunuhan tingkat pertama mengharuskan jaksa penuntut membuktikan tindakan Chauvin disengaja dan direncanakan.

Sampai sata ini pihak berwenang masih terus mendalami kasus ini.

Tuduhan pembunuhan pada Chauvin datang saat Wakil Presiden Dewan Kota, Andrea Jenkins, mengonfirmasi Chauvin dan Floyd saling kenal.

Menurutnya, keduanya adalah rekan kerja yang sudah kenal sejak lama.

Chauvin dan Floyd bekerja sama selama lebih dari 17 tahun sebagai penjaga di sebuah klub lokal, El Nuevo Rodeo.

Pemilik El Nuevo Rodeo, Maya Santamaria, mengatakan kepada CNN Chauvin dikenal memperlakukan orang kulit hitam dengan 'gelisah' dan 'cemas'.

Perlakuan ini berbeda dengan pelanggan biasa lainnya.

"Mereka tentu saja bertindak seperti mentalitas kelompok," katanya.

"Mereka selalu harus memanggil cadangan. Itu berbeda dari apa yang kami lihat di malam Latin kami," jelas Maya.

Di Washington, jaksa agung AS, William Barr, menyebut rekaman video George Floyd itu mengerikan untuk ditonton dan sangat mengganggu.

Dia juga mengatakan ada penyelidikan di departemen kehakiman AS yang terpisah terkait kasus ini.

Hal tersebut dilakukan untuk menentukan apakah ada undang-undang hak sipil federal yang dilanggar.

Remaja Perekam Detik-detik Kematian George Floyd Trauma

Seorang remaja perekam insiden polisi menginjak George Floyd hingga meninggal mengaku trauma.

Adalah Darnella Frazier yang tidak sengaja melihat kejadian mengerikan itu di depan matanya.

Pada video singkat dari media NowThis, Frazier menangis menceritakan kronologi kematian Floyd.

"Akulah satu-satunya orang yang merekam semua kejadian itu."

"Aku melihatnya (George Floyd) meninggal," ujar Frazier sambil menangis.

"Ya Tuhan, aku mempostingnya tadi malam dan tidak lama kemudian viral dan semua orang bertanya padaku 'Apa yang kamu rasakan saat itu?' Aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi," terangnya.

"Karena itu (kejadian) sangat menyedihkan," jelasnya.

Frazier meneruskan bercerita kronologi kejadian saat itu.

Gadis ini mengaku dia sedang berjalan bersama sepupunya saat melihat George Floyd yang tiarap di aspal.

"Pria ini (George Floyd) ada di sana tepat pukul delapan malam, kemarin."

"Aku sedang berjalan bersama sepupuku ke toko dan aku melihatnya (Floyd) di tanah. Aku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi ini?" ungkap Frazier.

Tanpa pikir panjang, Frazier mengaku langsung mengeluarkan kameranya dan merekam pria kulit hitam itu.

Menurutnya, Floyd saat itu benar-benar tidak bisa bernapas.

"Dia mengatakan 'Tolong, aku tidak bisa bernapas, aku tidak bisa bernapas' dan mereka (polisi) tidak peduli. Mereka membunuh pria ini," cerita Frazier dengan terus menangis.

"Dan aku ada di sana! Aku hanya berjarak lima kaki dari tempat itu!"

"Ini sangat membuatku trauma," ujar Frazier.

Gadis berusia 17 tahun ini semakin merasa trauma karena orang-orang di media sosial mengatakan seharusnya dia menolong Floyd saat itu.

Bukan hanya itu, orang-orang juga menuduh Frazier hanya mengunggah video untuk mencari perhatian bahkan mungkin imbalan.

Secara tegas gadis remaja ini membantah anggapan itu.

Padahal sejak video ini viral, Frazier harus berurusan dengan wartawan dan perhatian publik yang tidak dia harapkan.

Sebab menonton detik-detik kematian Floyd secara langsung sudah membuatnya ketakutan.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Polisi yang Menindih Leher George Floyd hingga Meninggal Didakwa Pembunuhan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved