Corona di Bali

25 Tahun Ditinggalkan, Pembuatan Tenun di Pejeng Gianyar Kembali Bangkit Saat Pandemi Covid-19

Beberapa warga Pejeng Gianyar kembali memulai usahanya membuat tenun tradisional setelah 25 tahun terhenti

Penulis: I Nyoman Mahayasa | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Warga Banjar Salakan, Desa Pejeng Kangin, Tampaksiring, Gianyar, Bali, sedang menenun, Jumat (26/7/2020). 

Laporan wartawan Tribun Bali, I Nyoman Mahayasa

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Beberapa warga Banjar Salakan, Desa Pejeng Kangin, Tampaksiring, Gianyar, Bali, kembali memulai usahanya membuat tenun tradisional, Jumat (26/6/2020), setelah 25 tahun terhenti.

Usaha yang mayoritas dikerjakan ibu-ibu rumah tangga ini, kembali bangkit setelah banyak warga yang dirumahkan karena pandemi Covid-19.

Kerajinan tradisional tenun ini bangkit kembali, berawal dari Ratna Wati (40) yang bekerja di sebuah vila di Pejeng, menghadapi kesulitan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Ia yang bekerja di sebuah vila mendapat saran dari David Metcalf Wan asal Wellington Selandia Baru, untuk kembali membangkitkan kerajinan tenun tradisional.

David bertanya kepada Ratna, kerajianan apa yang pernah ada di Banjar Salakan, Pejeng.

Berangkat dari pertanyaan itu, Ratna mencoba kembali membuat kerajinan tenun yang sudah ditinggalkan.

Warga Banjar Salakan, Desa Pejeng Kangin, Tampaksiring, Gianyar, Bali, sedang menenun, Jumat (26/7/2020).
Warga Banjar Salakan, Desa Pejeng Kangin, Tampaksiring, Gianyar, Bali, sedang menenun, Jumat (26/7/2020). (Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa)

"Dulu menenun merupakan pekerjaan sehari-hari waga di sini. Semenjak harga bahan baku mahal dan banyak yang mencari pekerjaan keluar, kerajian tenun mulai ditinggalkan dan saat ini mulai dibangkitkan lagi," katanya.

Begitu juga yang dilakukan Wayan Suwarni (38), ia yang sudah bekerja selama 6 tahundi sebuah hotel di kawasan Seminyak, Badung, Bali, harus dirumahkan karena Covid-19.

Ia pun kembali mengingat keterampilan menenun yang dilakukan saat masih duduk di sekolah menengah pertama.

"Sudah lama, saya harus mengingat-ingat kembali karena membuat tenun ini ada tahapannya, mulai dari ngulak, nganyinin, nusuk, nyasah nuduk, nguwun," jawabnya.

Tak hanya mereka, Dadong Wayan Celemik (65), juga kembali menenun.

Meski umurnya paling tua di kelompok menenun, ia terlihat sangat mahir karena sudah menenun sejak umur 18 tahun.

"Tiyang sehari-hari bekerja di sawah, sekarang sudah mulai menenun lagi, biar ada tambahan pengasilan," ucapnya.

Warga Banjar Salakan, Desa Pejeng Kangin, Tampaksiring, Gianyar, Bali, sedang menenun, Jumat (26/7/2020).
Warga Banjar Salakan, Desa Pejeng Kangin, Tampaksiring, Gianyar, Bali, sedang menenun, Jumat (26/7/2020). (Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa)

Beberapa karya dari pengerajin lokal ini sudah laku dijual ke Ubud, bahkan sampai ke luar negeri.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved