Liputan Khusus
Potret Kisara, Sebuah Kelompok Remaja di Denpasar yang Peduli Kampanyekan Isu Kespro
Di Bali ada sekelompok remaja yang kerap mengampanyekan isu-isu kesehatan reproduksi (kespro) khususnya bagi remaja.
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Di Bali ada sekelompok remaja yang kerap mengampanyekan isu-isu kesehatan reproduksi (kespro) khususnya bagi remaja.
Mereka adalah para relawan yang menamakan diri Kisara (Kita Sayang Remaja). Mereka dinaungi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali.
Di tengah banyaknya kasus kekerasan seksual, seks berisiko, kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual, dan kasus HIV/AIDS yang kebanyakan dari usia produktif, Kisara hadir untuk meningkatkan partisipasi remaja dan pemberdayaan remaja di Bali.
“Kisara dibentuk dengan tujuan meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan remaja untuk terlibat menghadapi berbagai problema remaja, khususnya soal kesehatan reproduksi dan seksualitas,” kata Koordinator Kisara, Ni Luh Putu Nita Sri Dewi, akhir April lalu.
Kisara dibentuk para relawan remaja dan pemerhati remaja yakni Prof Wimpie Pangkahila, Dokter Mangku Karmaya dan sejumlah relawan pada 14 Mei 1994.
Visinya membentuk remaja bertanggungjawab pakai pendekatan dari dan untuk remaja.
Kisara berharap bisa menjadi tempat buat remaja bisa bertanya, berdiskusi, dan konsultasi untuk mendapatkan hak dan kebutuhan remaja akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksualitas
Banyak program Kisara. Seperti penyuluhan di lingkungan sekolah, sekaa teruna teruni (STT) atau komunitas lainnya.
Kisara juga aktif mengampanyekan isu kespro lewat RRI.
Bagi remaja yang memiliki permasalahan seputar kespro, Kisara juga menyediakan layanan konseling baik online dan offline.
Pada tahun 2016, Kisara melakukan penelitian terhadap perilaku seksualitas remaja di Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, dan Bangli. Kini Kisara PKBI Bali melakukan penelitian di sejumlah sekolah Denpasar
“Penelitian tahun ini masih dalam proses," kata Nita.
Semangat Dunia Remaja atau Setara, kata Nita, adalah program Kisara yang implementasinya membantu memfasilitatori para guru di sekolah tentang materi kespro.
Tujuannya agar guru bisa memberikan informasi yang benar dan gampang dipahami para remaja di sekolah. “Sedangkan, Dance4life adalah kegiatan dimana kami jadi fasilitator atau peer educater untuk siswa SMP atau SMA. Metodenya menari dan belajar terkait kespro,” ujar wanita asal Denpasar itu.
SMP Saraswati
SMP di Denpasar yang aktif memberikan pendidikan kespro terhadap anak didiknya adalah SMP Saraswati 1 Denpasar.
Sejak 2017, sekolah swasta ini bekerjasama dengan Kisara.
Tujuh guru di sekolah tersebut yang terlibat dalam program Setara. Seorang di antaranya I Gusti Agung Ayu Bintang Lestari.
Dia menjadi pengajar kespro di SMP Saraswati 1 Denpasar sejak 2017. Setiap hari Sabtu, ia meluangkan waktu satu sampai dua jam untuk memberikan pelajaran.
“Berawal dari kerja sama sekolah dengan PKBI. Saya ditugaskan ikut pelatihan di PKBI mengenai program kespro dalam bentuk materi setara. Setelah itu menjalani pelatihan untuk master trainer Setara di Jakarta, selanjutnya mengalir begitu saja hingga saat ini,” kata perempuan yang akrab disapa Bintang itu kepada Tribun Bali medio Mei lalu.
Bagi Bintang, pendidikan kespro penting diajarkan kepada remaja yang masih duduk di bangku SMP. Sebab remaja SMP masih mengalami masa transisi.
Itu sebabnya, mereka butuh banyak edukasi informasi lantaran sering mengakses informasi di media sosial dan lingkungan sehari-hari.
“Perlu diberikan di sekolah supaya dapat menjadi bekal bagi siswa, sebab tidak semua ortu dapat menyampaikan informasi terkait kespro pada putra-putrinya karena alasan tabu,” kata perempuan asal Guwang, Sukawati, Gianyar itu.
Bintang tak menampik ada sejumlah orangtua siswa yang mempertanyakan alasan anaknya diberikan pendidikan kespro.
Mereka beranggapan pendidikan kespro justru membuat remaja justru penasaran dan ingin mencoba melakukan hubungan seks.
“Padahal jika kita pahami pembelajaran kespro ini sangat banyak berisi informasi seputar remaja. Contohnya bagaimana menjadi remaja yang sehat dan bahagia, memahami emosi, relasi dalam hubungan, bagaimna cara menjaga diri dan banyak lainnya, jadi sebenarnya orang tua terbantu juga,” kata Bintang.
“Selama pembelajaran, siswa sangat antusias karena metode yang digunakan sangat asyik dan menarik. Mereka lebih mengerti dan lebih banyak tahu informasi yang tepat mengenai kespro,”tambah Bintang.
Pembelajaran kespro di SMP Saraswati 1 Denpasar tak terlepas dari dukungan Kepala Sekolah, Drs I Nyoman Sumerta.
Baginya, pendidikan kespro amat penting di tengah keterbukaan informasi seperti sekarang.
Dia bercerita, sebelumnya, pendidikan kespro di sekolah tersebut diselipkan dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Namun seiring berjalan waktu, karena dianggap penting, pendidikan kespro diberikan ruang khusus yakni pada hari Sabtu selama satu sampai dua jam. (*)