Breaking News

PPDB 2020

BREAKING NEWS: Anak Tak Dapat Sekolah Negeri, Orang Tua Murid Datangi Kantor Disdikpora Bali

Mereka mendatangi kantor Disdikpora Bali lantaran anaknya tidak diterima di sekolah negeri dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Sejumlah orang tua calon siswa baru terlihat memadati Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, Jum’at (3/7/2020) 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Sejumlah orang tua calon siswa baru mendatangi Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, Jum’at (3/7/2020).

Mereka mendatangi kantor Disdikpora Bali lantaran anaknya tidak diterima di sekolah negeri dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK tahun ajaran 2020/2021.

Namun sayang, keberadaan para orang tua siswa di Disdikpora Bli tidak ada yang menerima.

Kepala Disdikpora Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa juga tidak berada di kantornya.

Berikut Ini 8 Obat Alami yang Terbukti Ampuh Redakan Batuk

Daftar Harga Hp Xiaomi 3 Juli 2020: Termurah Redmi Go Rp 900 Ribuan, Termahal Mi 10 Rp 9,9 Jutaan

Berlaku Mulai 5 Juli 2020, Masuk Bali Cukup Suket Hasil Rapid Test Non Reaktif

Ely Setyawati, warga Peguyangan Kangin, Denpasar mengatakan, kedatangannya ke Disdikpora Bali karena ingin memperjuangkan anaknya agar bisa mendapatkan sekolah negeri.

“Jadi di masa pandemi ini jadi kita berharap anak yang belum bisa mendapatkan sekolah negeri bisa sekolah negeri yang diinginkan,” tuturnya.

Baginya, jika anaknya dilempar ke sekolah swasta maka sangat berat untuk pembayaran biaya pendidikan.

Maka dari itu pihaknya berharap ada pelebaran atau penambahan kouta agar anak-anak bisa bersekolah di negeri.

“Karena kan pakai sistem zonasi yang kemarin itu kan 50 persen, itu menurut tiyang dan untuk jalur rapor 10 persen itu kan sedikit sekali. Jadi endak etis kalau menurut tiang itu. Kasihan juga anak-anak kan, apalagi yang di bagian akademis dia mampu terus di bagian zonasi dia kalah,” terangnya.

Ely menuturkan, pihaknya di Peguyangan Kangin sekolah yang paling dekat yakni SMA Negeri 8 Denpasar dengan jarak 2,9 kilometer.

Sedangkan siswa yang diterima melalui jalur zonasi paling jauh yakni 1,3 kilometer.

“Nah itu yang mau tyang transparasi. Itu memang betul semua segitukah 1,3 kilometernya atau bagaimana,” jelas Ely.

Dirinya menilai, pelaksanaan PPDB pada tahun ini kembali berulang seperti tahun sebelumnya. Oleh karena itu sistem PPDB yang dijalankan harus dikritisi.

Jika didiamkan, maka pemerintah bisa saja menganggap bahwa pelaksanaan PPDB berjalan lancar sehingga tahun depan bisa saja diulang dengan sistem yang sama.

7 Tempat Wisata Populer di Dunia Ini Menghilang Dalam 5 Tahun Terakhir, Apa Saja?

Rem Blong, Truk Bermuatan Semen Putih Terbalik di Desa Padangbulia Buleleng

Anda Suka Mengonsumsi Kacang Panjang ? Ini 6 Manfaat yang Bisa Anda Dapatkan

“Kalau kita ada gejolak seperti ini, siapa tahu nanti Gubernur bisa untuk lebih merevisi ulang,” kata dia.

Ely menginginkan agar pelaksanaan PPDB lebih mengutamakan sistem nilai sehingga adil bagi masyarakat.

Meskipun terdapat pandemi Covid-19, dirinya mengaku tidak takut untuk memprotes pelaksanaan PPDB, terlebih hal tersebut dilakukan demi memperjuangkan anak agar mendapatkan sekolah.

 “Ya kita demi anak, apapun akan kita lakukan. Berharapnya seperti itu,” tegasnya.

Ely mengatakan, semua orang tua siswa yang datang ke Disdikpora Bali mempunyai tujuan yang sama.

Bahkan orang tua siswa tersebut tidak hanya berasal dari Denpasar saja, melainkan ada juga yang dari Gianyar dan sebagainya.

Orang tua calon siswa lainnya, I Gede Indra Jaya menuturkan, bahwa dirinya hanya berjarak 830 meter dari SMA Negeri 2 Denpasar, namun anaknya tidak bisa diterima di sekolah tersebut.

Padahal siswa lainnya yang dapat di sekolah tersebut jaraknya hanya beda tipis, yakni 802 meter.

Di samping itu, Indra mempunyai kecurigaan bahwa banyak orang tua siswa yang lain tidak memberikan jarak yang sebenarnya dari lokasi sekolah dengan memalsukan titik koordinat.

Oleh karena itu, dirinya meminta kepada pihak Disdikpora dan sekolah agar mencantumkan alamat siswa yang diterima.

 “Jadi pengumuman (siswa) yang mendapatkan sekolah itu diisi alamat rumahnya. Jadi kami bisa melihat bahwa memang saya kalah dari alamat itu,” tuturnya.

Sementara pengumuman siswa yang diterima saat ini hanya mencantumkan kelurahan atau desa tempatnya tinggal.

 “Harus diisi alamatnya, misalnya saya tinggal di Jalan Nusa Penida Denpasar, jadi jarak dengan SMA 2 (Denpasar) sudah kelihatan. Saya terdepak memang kalah,” kata dia.

Indra mengatakan bahwa dirinya rela jika memang harus kalah dari segi jarak dengan calon siswa yang lain, asalkan pengumuman yang disampaikan dilakukan secara transparan.

Di tengah kedatangan orang tua siswa tersebut nampak hadir pula anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, I Nyoman Parta.

 Parta menuturkan kronologis kedatangan para orang tua siswa tersebut ke Disdikpora Provinsi Bali.

Menurut Parta, awalnya para orang tua siswa mendatangi dirinya ke rumah. Ia mengira jumlah orang tua siswa yang datang berkisar antara dua hingga tiga orang.

 “Ternyata mereka banyak sekali yang datang,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Bali itu.

Kedatangan para orang tua tersebut ke rumah Parta pada intinya mengeluhkan anaknya yang tidak diterima di sekolah negeri.

“Hari ini pengumuman, besok sudah libur, hari minggu sudah libur, terus Senin sudah pendaftaran kembali, sementara anak mereka tidak tahu dapat sekolah apa tidak. Jadi kecenderungannya tidak dapat sekolah,” kata dia.

Sementara jika sekolah di swasta, para orang tua rata-rata mengatakan bahwa sudah kehilangan pekerjaan, baik mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan dan ada pula yang bergerak di usaha kecil menengah (UKM) namun tidak berjalan.

Oleh karena itu, para orang tua tidak bisa membayar biaya pendidikan apabila menyekolahkan anaknya di swasta.

“Itu masalahnya sehingga mereka ngotot ingin sekolah di negeri,” kata pria asal Gianyar itu.

Menurut Parta, di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) ini wajar sekali masyarakat mengelukan biaya untuk hidup, terlebih untuk kebutuhan sekolah.

“Ya wajarlah mereka memilih di sekolah negeri. Jadi pemerintah, Pak Gubernur, Dinas Pendidikan harus membuka ruang agar anak-anak bisa sekolah di negeri karena ada persoalan biaya yang mereka tidak bisa bayar karena ada persoalan kehilangan pekerjaan, di-PHK, usahanya tidak bergerak,” tutur Parta.

Ia menuturkan, bahwa sebenarnya Komisi VI DPR RI tidak mengurusi soal pendidikan.

“Tetapi gimana urusan rakyat, masak ngurus tentang bidang ngurus rakyat,” tegasnya.

Dikarenakan para orang tua siswa tidak ada yang menerima di Disdikpora Bali, Parta akhirnya mengajak mereka bertemu dengan Komisi IV DPRD Bali. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved