Teater Sastra Welang Rilis Video Puisi Kolaborasi 5 Seniman Muda
Teater Sastra Welang tampil lagi ke hadapan publik lewat peluncuran sebuah video pembacaan kolaborasi puisi yang berjudul 'Ia Yang Datang Tiap Malam'
Penulis: Karsiani Putri | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lama menghilang, akhirnya Teater Sastra Welang tampil lagi ke hadapan publik lewat peluncuran sebuah video pembacaan kolaborasi puisi yang berjudul 'Ia Yang Datang Tiap Malam' karya Moch Satrio Welang.
Video ini menampilkan lima seniman muda, yang terdiri dari empat penyair yakni Pranita Dewi, Ayu Winastri, Achmad Obe Marzuki, Moch Satrio Welang dan seorang pegiat teater Legu Adi Wiguna.
Legu Adi Wiguna, pegiat teater yang lebih dikenal sebagai sutradara, penata artistik ini didapuk menjadi nakhoda dalam penggarapan video seni ini, mulai dari proses pengambilan gambar hingga proses penyuntingan.
Dilakukan dengan sangat sederhana dan terinspirasi dari filosofi tokoh Teater Indonesia Putu Wijaya, sebuah proses yang berangkat dari yang ada.
Ruang yang sederhana, pengambilan gambar dan proses penyutingan pun dilakukan dengan sederhana namun masih menjaga keindahan karya.
Puisi 'Ia yang Datang Tiap Malam' ini sebagai bentuk karya puisi dan telah dialihkreasikan dalam bentuk musikalisasi puisi oleh pegiat teater dan musisi Heri Windi Anggara yang telah diperkenalkan ke publik untuk pertama kalinya tahun lalu, melalui pagelaran Lomuisi Tetra Welang 2019.
Salah satu penyair dalam kolaborasi kali ini, Pranita Dewi menyampaikan inilah upaya para pegiat seni muda dalam mengisi ruang-ruang kosong dan mengasah kreativitas untuk selalu terjaga melalui puisi.
"Jika kita percaya pada cita-cita tentang puisi yang baik dan dengan demikian berarti puisi murni, yang didambakan sejak masa nirbahasa sampai tarikh posmodern ini, maka kita pun percaya lagu dan makna, bentuk dan isi, nyanyi dan inti, rima dan getar hati, hadir secara seimbang dalam komposisi," ucap Pranita Dewi.
"Keseimbangan itu hanya dapat muncul jika sang penyair tetap jujur dalam mengungkapkan puisinya, persis sama dengan saat tanya pertama itu datang dari dalam hati, bukan nan dicari," tambah Sanusi Pane.
Menurut Pranita Dewi, kata-kata yang berduyun-duyun itu kembali dalam pembaca sebagai bayang di muka kaca dan menggoncang hati nuraninya.
Penyair Ayu Winastri pun menambahkan, puisi memberi ruang dalam menghayati segala peristiwa dari luar diri menjadi penekuran dalam diri.
Puisi melatih ketajaman bercakap, mencari makna dan mungkin rahasia kehidupan.
Hal senada juga disampaikan penyair Achmad Obe Marzuki yang melihat bahwa puisi bukan sekedar teks, yang lahir tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dan puisi adalah lahirnya batin terhadap kondisi, entah itu sosial, diri pribadi atau terhadap alam semesta.