Breaking News

Polri Bertukar Informasi dengan Kejaksaan Agung untuk Buru Djoko Tjandra

"Tentunya kita kan sudah tukar menukar informasi ya," kata Argo Yuwono kepada wartawan, Rabu (8/7/2020).

Editor: Wema Satya Dinata
kompas.com
Terdakwa dalam kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra, saat tuntutan pidana dibacakan jaksa penuntut umum Antazari Ashar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Juli 2008. 

TRIBUN-BALI.COM - Mabes Polri menanggapi proses perburuan Djoko Soegiarto Tjandra, yang dikabarkan telah berada di Indonesia sejak 3 bulan lalu.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono menyampaikan, pihak kepolisian berkomitmen membantu proses pencarian buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu.

Dia menyebut Polri selalu berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

"Tentunya kita kan sudah tukar menukar informasi ya," kata Argo Yuwono kepada wartawan, Rabu (8/7/2020).

Mulai Besok Pantai di Desa Intaran Dibuka dengan Pembatasan Jumlah Pengunjung, Dilarang Berkerumun

Sederet Drakor yang Bisa Menguras Air Mata Anda, Scarlet Heart hingga Uncontrollably Fond

Dindin Diadili Karena Diduga Terlibat Peredaran Narkotik, Polisi Amankan 100 Butir Ekstasi

Argo Yuwono mengatakan, pihak kepolisian bersedia jika Kejaksaan meminta bantuan untuk menangkap Djoko Tjandra.

Namun, sejauh ini pihaknya belum mendapatkan informasi keberadaan buronan tersebut.

"Misalnya dari kejaksaan itu meminta bantuan untuk melakukan penangkapan."

"Seandainya, ada tersangka yang diminta penangkapan, ya kita akan membantu juga apa yang diminta Kejaksaan," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly buka suara terkait polemik keberadaan Djoko Soegiarto Tjandra.

Djoko merupakan buron dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Menjadi buronan Kejaksaan Agung selama sekira 11 tahun, Djoko Soegiarto Tjandra tiba-tiba terdeteksi sudah berada di Indonesia selama tiga bulan.

 “Dari mana data bahwa dia 3 bulan di sini? Tidak ada datanya kok,” kata Yasonna dalam keterangan tertulis, Selasa (30/6/2020).

“Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya. Sampai sekarang tidak ada."

"Kemenkumham tidak tahu sama sekali (Djoko Tjandra) di mana."

Jadwal Resmi MotoGP 2020: Seri Perdana Berlangsung di Musim yang Istimewa

Siang Hari Ini, Rupiah Berbalik Arah Melemah 0,02% ke Rp 14.443 Per Dolar AS

Arema FC Rilis Jadwal Persiapan Latihan Perdana, Serius Tatap Liga 1 Indonesia Bergulir Lagi

"Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga."

"Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada,” ungkapnya.

Yasonna pun menyerahkan data-data kronologi status daftar pencarian orang (DPO) Djoko Soegiarto Tjandra kepada pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.

Kronologi Status DPO

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyampaikan 6 poin kronologi status Djoko Soegiarto Tjandra, yang masuk daftar pencegahan dan DPO.

Pertama, runut Arvin, ada permintaan pencegahan atas nama Djoko Soegiarto Tjandra oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 April 2008. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan.

"Kedua, red notice dari Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra (terbit) pada 10 Juli 2009," jelas Arvin.

Ketiga, lanjut Arvin, pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung yang berlaku selama 6 bulan.

Keempat, permintaan DPO dari Sektetaris NCB Interpol Indonesia terhadap Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan (WN Papua Nugini) pada 12 Februari 2015.

Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.

Kelima, pada 5 Mei 2020, ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol, red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.

"Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020," papar Arvin.

Keenam, pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung.

Sehingga, nama Djoko Tjandra dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.

“Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen tidak ditemukan dalam data perlintasan,” beber Arvin.

Jaksa Agung Sakit Hati

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, sudah berada di Indonesia selama tiga bulan.

Ia mengaku begitu sakit hati dengan informasi tersebut, karena Djoko Tjandra telah buron selama bertahun-tahun.

"Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini."

"Baru sekarang terbukanya," kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020).

Burhanuddin mengatakan, sudah beberapa tahun ini Kejaksaan Agung mencari keberadaan Djoko Tjandra.

Ia juga menerima informasi bahwa Djoko Tjandra bisa ditemui di Malaysia dan Singapura.

"Kami sudah minta ke sana sini, tidak bisa ada yang bawa,” ujarnya.

Burhanuddin mengatakan, Djoko Tjandra dikabarkan telah mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.

Ia mengakui kelemahan intelijen kejaksaan dalam memperoleh informasi.

"Pada tanggal 8 Juni DDjoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya."

"Ini juga jujur kelemahan intelijen kami, tetapi itu yang ada."

"Ini akan jadi evaluasi kami bahwa dia masuk karena memang aturannya, katanya, untuk masuk ke Indonesia dia tidak ada lagi pencekalan," paparnya.

Meski begitu, Kejaksaan Agung belum bisa memastikan kabar Djoko Tjandra telah tertangkap.

Buronan kakap itu dikabarkan telah diamankan pada Sabtu (27/6/2020) lalu.

Dari informasi yang beredar, Djoko Tjandra telah diterbangkan menggunakan pesawat carteran dari Papua Nugini menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Sebagaimana diketahui, Djoko telah berstatus warga Papua Nugini.

Namun, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, pihaknya hingga kini masih belum memastikan informasi tersebut.

"Hingga saat ini belum terkonfirmasi," kata Hari Setiyono kepada Tribunnews, Minggu (28/6/2020).

Sebaliknya, Kejaksaan Agung juga belum bisa memastikan kabar tersebut merupakan kabar bohong alias hoaks atau tidak. Pihaknya akan mengonfirmasi lebih lanjut terkait kabar tersebut.

Mantan Direktur Era Giat Prima Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan keputusan atas perkaranya.

MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah, dan harus membayar denda Rp 15 juta, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.

Djoko diduga memberikan keterangan palsu dirinya tidak memiliki masalah hukum di Indonesia.

Sehingga, ia sukses menyandang status warga Papua Nugini. Padahal, di Indonesia ia berstatus buronan.

Kejaksaan kini tengah berupaya memulangkan Djoko, salah satunya dengan meyakinkan Djoko bermasalah secara hukum di Indonesia, sehingga Pemerintah Papua Nugini bersedia membantu kepulangan sang buronan.

Perintahkan Tangkap

Djoko Tjandra disebut sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hal itu diungkapkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, Senin (29/6/2020).

Menurutnya, dalam beberapa hari terakhir Kejaksaan Agung memang intens mencari Djoko Tjandra.

"Hari ini ada pengajuan PK atas nama Djoko Tjandra. Djoko Tjandra adalah buronan kami."

"Sudah tiga hari ini kami cari, tapi belum muncul," kata Burhanuddin di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

Burhanuddin mengatakan, pihaknya sudah memerintahkan Jamintel untuk menangkap Djoko Tjandra apabila buronan itu hadir dalam sidang tersebut.

Burhanuddin meminta jajarannya menangkap dan menjebloskannya ke penjara.

"Beliau mengajukan PK di PN Jaksel, insyaallah saya sudah perintahkan untuk tangkap dan eksekusi," ucapnya.

Djoko Tjandra pernah divonis bebas dalam perkara korupsi cessie Bank Bali tersebut.

Pada Oktober 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membebaskannya dari segala tuntutan hukum.

Namun, Kejaksaan Agung tak menyerah dan akhirnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

MA pada Juni 2009 akhirnya memutus perkara ini dan menghukum Djoko Tjandra dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta.

Selain itu, MA memerintahkan untuk merampas uang hasil kejahatan Djoko Tjandra senilai Rp 546 miliar untuk negara.

Pada akhirnya, Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini sehari setelah putusan PK oleh MA ditetapkan.(*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Buru Djoko Tjandra, Polisi Bertukar Informasi dengan Kejaksaan Agung, 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved