Corona di Bali
Jual Beli Ular Sepi Selama Pandemi, Nyoman Yasa Lepas 70 Ekor Ular ke Sungai Karena Tak Laku Dijual
Karena tidak ada orderan, ia sampai harus melepaskan kembali 70 ekor ular hasil buruannya ke alam liar
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - I Nyoman Yasa (55), sedang bersantai ketika ditemui di kediamannya di Desa Timuhun, Banjarangkan, Klungkung, Bali, Minggu (12/7/2020).
Pria yang selama bertahun-tahun menjalankan bisnis jual beli ular itu, selama pandemi Covid-19 mengaku sangat sepi orderan.
Bahkan karena tidak ada orderan, ia harus melepaskan kembali 70 ekor ular hasil buruannya ke alam liar.
Nyoman Yasa menjelaskan, kecintaannya terhadap reptil ular sebenarnya telah berlangsung sejak kecil.
Ia rela berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnnya, demi mencari ular.
"Sejak kecil saya sudah suka ular. Saya menjelajah hingga ke Karangasem, Gianyar dan lainnya, hanya untuk mencari ular," ujar pria yang memiliki rambut gimbal ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, hobinya menangkap ular membuatnya kenal dengan banyak orang.
Karena telah memiliki relasi, ia pun berinisiatif untuk melakukan jual beli ular.
Biasanya ular yang ia jual merupakan jenis sanca atau piton.
Ia biasanya mencari ular dengan menjelajah habitat ular di sungai-sungai sekitar Klungkung, bahkan sampai ke Karangasem.
Jika sepi, dalam beberapa bulan ia tidak menangkap seekor ularpun.
Namun jika banyak, dalam semalam ia bisa mendapatkan lebih dari 15 ekor ular.
Paling besar, Nyoman Yasa mengaku sempat menangkap ular sepanjang 4,5 meter dan besarnya nyaris sebesar paha orang biasa.
"Saya biasanya mendapatkannya kebanyakan di sungai saat malam hari. Saya bisa cium aroma ular itu," jelasnya.
Selain memburu ular sendiri, ia biasanya membeli ular dari warga lainnya.
Ular yang ia beli biasanya berkisar antara Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu, susuai dengan ukuran ular.
"Awal tahun 2000-an itu sangat senang saya. Banyak yang beli ular dan saya sampai jual ke Jawa," ujarnya.
Jika dulu, ular yang memiliki panjang sekitar 2,5 meter, ia mampu menjualnya sampai Rp 250 ribu per ekor.
Biasanya ular yang banyak dibeli merupakan ular sanca yang kulitnya dimanfaatkan untuk fashion.
Sementara ada juga yang khusus mengambil empedunya untuk obat.
"Jika order ular jenis lainnya jarang, biasanya hanya piton. Tapi ada juga dokter, yang selalu minta dicarikan ular hijau," jelasnya.
Namun semenjak pandemi Covid-19, dirinya sangat sepi order.
Bahkan tiga bulan terkahir ia sama sekali tidak ada order.
Karena kondisi ini, ia sempat melepas 70 ekor ular sanca yang ia tangkap dan ia beli ke alam liar di Sungai Tukad Jinah.
"Kalau tidak ada order dan dibiarkan di rumah, nanti ularnya kurus dan mati. Saya tidak bisa pelihara, sehingga saya lepas sekitar 70 ular ke Tukad Jinah," ungkapnya.
Selain sebagai pemburu dan jual beli ular, Nyoman Yasa mengaku memiliki kemampuan alami menyembuhkan orang yang digigit ular.
Secara niskala ia memohon minyak di beberapa pura untuk dapat digunakan menyembuhkan orang yang digigit ular.
"Banyak yang datang di sini dengan kasus digigit ular, saya bisa sembuhkan dengan minyak khusus yang nunas di pura," terang Nyoman Yasa.
I Nyoman Yasa mengaku beberapa kali sempat digigit ular, termasuk ular hijau yang berbisa.
Namun ia mampu menyembuhkan sendiri luka gigitan tersebut.
(*)