Inspirasi
Masa Kecil Bos Toya Devasya IKM yang Jarang Diketahui, Sepasang Sepatu Sekolah untuk Berdua
Mardjana menganggap masa kecilnya merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Ia dilahirkan dari seorang ibu yang buta huruf, dan memiliki ayah seorang
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Indahnya Kintamani rasanya tak lengkap tanpa berkunjung ke Toya Devasya.
Berlokasi di Toya Bungkah, Desa Batur Tengah, Kintamani, Bangli, Bali, Toya Devasya bak magnet yang mampu menarik siapapun untuk datang, dan kembali berkunjung.
Hal ini tak bisa dipungkiri, sebab Toya Devasya menyuguhkan beragam wahana menarik.
Mulai dari water sport, camping, trekking, jeep adventure, cycling, spa dan masih banyak lagi.
• Klungkung Telah Habiskan Rp 9,8 Miliar untuk Tangani Covid-19
• Beli Rumah Dapat Istri, Perempuan Muda Ini Siap Dinikahi Pria yang Beli Rumahnya Rp 185 Juta
• Kronologi Pria dari Suku Anak Dalam Tewas Membusuk Dililit Ular Piton 3 Meter, Polisi: Sempat Tarung
Bahkan pada awal tahun 2019 lalu, objek wisata yang terkenal dengan pemandian air panasnya ini meluncurkan satu wahana baru yakni waterboom air panas.
Yang mana merupakan waterboom air panas pertama di dunia.
Sisi menarik Toya Devasya adalah kolam pemandian air panas yang berpapasan langsung dengan indahnya pemandangan Danau Batur.
Tak hanya itu, dari sisi interior juga didesain apik dengan latar ungu serta patung-patung gajah nan lucu yang ternyata syarat akan makna filosofis.
Tribun Bali berkesempatan mewawancara General Manager Toya Devasya, I Ketut Mardjana (IKM) dalam acara Bli Ojan Inspirasi Bali.
Oleh Mardjana dijelaskan dalam merancang perusahaan, pihaknya memiliki filosofi harus dengan spiritual.
Pihaknya percaya jika dalam setiap perbuatan, pasti ada tuntunan dari yang maha kuasa.
Oleh sebab pihaknya memberi nama PT Nurani Ikrar Dharma Utama yang artinya cetusan hati nurani yang tulus untuk menguji yang baik.
Sedangkan warna ungu yang digunakan sebagai warna perusahaan, lanjut Mardjana, sebab ungu merupakan warna yang tinggi atau warna spiritual.
Mengenai patung gajah, Mardjana mengungkapkan jika gajah merupakan icon Toya Devasya.
Pihaknya mengatakan banyak orang yang tidak mengetahui jika gajah memiliki makna filosofis yang dalam.
Ia menjelaskan, secara postur tubuh gajah memiliki telinga yang lebar yang berarti willing to listen.
“Artinya mau mendengarkan apa saja kritik, masukan, apa saja kita dengarkan. Kemudian matanya yang kecil, itu artinya focus mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Tidak bisa kita melenceng, harus focus,” ujarnya.
Lanjut Mardjana, gajah memiliki mulut yang kecil.
Artinya lebih banyak bekerja daripada berbicara.
Disamping juga memiliki arti tidak boleh rakus dan harus berbagi.
Sedangkan belalai gajah yang digunakan untuk menghisap air, oleh Mardjana dikatakan memiliki arti menyuburkan wilayah sekitar.
“Badan gajah yang besar dalam pepatah Bali dikatakan sekurus-kurusnya gajah tetap terlihat besar. Artinya apapun problemnya, Toya Devasya tetap survive, tetap Berjaya. Kita juga percaya bahwa perwujudan daripada gajah adalah Ida Betara Ganapati. Ganesh, itu kan dewa kemakmuran. Jadi artinya bahwa keberadaan Toya Devasya disini harus mampu meng-create kemakmuran di daerah ini,” jelasnya.
Management Toya Devasya juga menggunakan budaya perusahaan yakni “CINTA KASIH”.
Love each other, respect each other.
Dalam hal ini, Mardjana menterjemahkan Cinta Kasih yakni pada huruf C berarti Customer Focus atau memberikan pelayanan terbaik.
I berarti Integrity, yakni membangun loyalitas pada kariawan untuk bersama-sama.
Pada huruf N, lanjutnya, merupakan kependekan dari Network, yang berarti memiliki jaringan yang luas.
Mardjana menjelaskan, Toya Devasya tidak bisa hidup sendiri, namun membutuhkan bantuan dari seluruh pihak.
Sedangkan huruf T berarti Team Work.
Mardjana percaya tidak ada orang yang bisa mengerjakan semuanya sendirian, melainkan butuh bantuan orang lain.
“Huruf A adalah Accountable, artinya kita harus mempunyai tanggung jawab moral, semuanya harus mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun perusahaan ini menjadi milik bersama, meng-create kemakmuran bersama,” paparnya.
Begitupun dengan kata KASIH yang juga merupakan akronim.
Mardjana menyebutkan huruf K merupakan Knowledge yang berarti dalam mengerjakan sesuatu tidak bisa asal-asalan.
Harus menggunakan nalar.
A merupakan Adaptive, artinya mampu menyerap berabagai inspirasi yang ada di sekitar.
S merupakan Spiritual, yakni harus percaya bahwa ada kehidupan lain yang lebih berkuasa namun mempengaruhi.
I merupakan Innovative, artinya harus bisa menyajikan hal baru sehingga pengunjung selalu tertarik untuk datang kembali.
“Yang sangat penting H adalah Harmony. Harus ada keselarasan antara pemegang saham dengan karyawan. Harus seirama,” jelasnya.
Begitupun dengan nama Toya Devasya juga memiliki arti tersendiri.
Mardjana menjelaskan kata Toya dalam nama tersebut memiliki arti air, sedangkan Devasya berarti tuhan.
“Artinya air yang saya kelola disini adalah anugerah tuhan. Oleh karena itu saya harus betul-betul rawat dengan baik, pelihara dengan baik, itu maknanya Toya Devasya,” ujar dia.
Menganut manajemen spiritual, lanjut Mardjana, juga berarti memperhatikan seluruh aspek.
Seperti Tri Hita Karana yang diaplikasikan dalam lingkungan Toya Devasya, mulai dari tersedianya parahyangan sebagai tempat untuk bersyukur pada tuhan yang maha esa.
Begitupun dengan kebun serta kolam ikan yang dirawat dengan baik.
Begitupun dengan tersedianya tempat pertemuan antara manusia yang secara atraktif.
“Itu artinya penerapan aplikasinya Tri Hita Karana didalam konsep manajemen spiritual yang saya lakukan disini,” ujarnya.
Juga Tri Karya Parisudha. Mardjana mengungkapkan, jika kita harus mulai positif baik dalam pikiran, ucapan, maupun perbuatan untuk menunjang perkembangan Toya Devasya.
Cikal bakal Toya Devasya sejatinya sudah dimulai sejak tahun 1997 silam, dimana kala itu masih merupakan perusahaan keluarga bernama CV. Tirta Sanjiwani.
Gempuran krisis pada tahun 1998 membuat CV. Tirta Sanjiwani terjerat utang bank.
Namun tiga tahun kemudian, oleh Mardjana seluruh utang tersebut dilunasi dan nama CV.
Tirta Sanjiwani berubah menjadi PT. Nurani Ikrar Dharma Utama.
Kendati demikian, perjalanan Toya Devasya kala itu diakui tak mulus.
Sebab pihaknya kala itu masih menjabat sebagai Direktur Eksekutif Keuangan di PT Citra Marga Nusaphala Persada, hingga menjabat sebagai Direktur Utama PT Pos Indonesia.
“Setelah saya pensiun dari Pos Indonesia dan sempat menjabat sebagai dirut di property, barulah saya serius mengurus ini. Kira-kira 5,5 tahun lalu, dan perkembangannya cepat sekali,” ungkapnya.
Masa Kecil Mardjana
Pada kesempatan itu Bli Ojan juga sempat menyinggung ihwal masa kecil pria kelahiran 18 Maret 1951 itu.
Mardjana menganggap masa kecilnya merupakan suatu kebahagiaan tersendiri.
Ia dilahirkan dari seorang ibu yang buta huruf, dan memiliki ayah seorang petani.
Dalam pendidikan ia juga harus menempuh jarak 7 kilometer dengan berjalan kaki dari Penelokan ke Kintamani.
Sarapan tak pernah ia rasakan, apa yang ia temukan dijalan misalnya jambu klutuk yang masih mentah ia makan.
Aktifitasnya sepulang sekolah diisi dengan mencari air ataupun mencari kayu bakar.
“Namun bagi saya itu suatu kebahagiaan. Mulai dari marjinal sampai mengalami suatu hal yang cukup tinggi. Seperti menjabat sebagai Dirut PT Pos Indonesia. Namun itu suatu perjalanan. Orang tua saya dulu mengatakan sekolah sampai BA (bachelor) saja,” ucapnya.
Mardjana mengaku sangat berhutang budi kepada orang tuanya.
Dimana saat menempuh pendidikan, ia kerap kali dititipkan pada teman dari orang tuanya.
Hal ini mengingat tidak ada keluarga yang tinggal di wilayah tempat ia sekolah.
Baik saat menempuh pendidikan di Bangli, maupun Singaraja.
“Namun herannya ketika sekolah teman-teman saya anak pejabat, ataupun anak orang kaya yang mendorong saya untuk terus sekolah, jangan sampai berhenti. Dan inilah yang membuat saya semangat,” ujarnya.
Lulus dari SMA, Mardjana kemudian merantau ke Jakarta.
Ia sejatinya memiliki cita-cita melanjutkan pendidikan ke ITB namun gagal.
Ia kemudian mendaftar ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang saat itu masih bernama Institut Ilmu Keuangan (IIK) dan ia diterima.
“Mungkin sudah suratan. Saat masa sekolah dulu saya sekolah bawa bekal dari tuan rumah. Kita punya sepasang sepatu berdua dengan teman. Jadi gantian, dia sekolah sore saya sekolah pagi. Baju juga begitu (gentian). Tapi kemudian dalam perjalanan saya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah di Monash University, Melbourne, Australia,” ungkapnya.
Lanjut Mardjana, sebenarnya ia tidak bermaksud mencari gelar doctor melainkan hanya ingin tahu bahasa inggris.
Kata Mardjana, saat itu dirinya tengah bekerja di Departemen Keuangan, dan melihat teman-temannya bisa berkomunikasi dengan orang asing menggunakan bahasa inggris.
Berawal dari hal itu, Mardjana kemudian belajar hingga mengambil kursus bahasa inggris.
“Akhirnya saya melamar beasiswa, hingga bisa melanjutkan pendidikan di Monash dan meraih gelar doctor,” ucapnya.
Mardjana menambahkan kunci kesuksesan yang ia raih saat ini adalah kerja keras.
Dikatakan saat menempuh pendidikan, ia hanya focus untuk belajar.
Begitupun saat bersekolah di Jakarta, ia tak pernah lepas dari buku, bahkan sampai tidur di sekolah.
“Jadi kuncinya adalah kerja keras dan harus ada sesuatu yang harus kita capai,” tandasnya.(*)
Lihat Juga Videonya di Facebook Tribun Bali