Virus Corona
Tidak Punya Penghasilan, Cerita Geisha di Jepang Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Covid-19
Cerita Geisha di Jepang bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19, tidak punya penghasilan hingga dilanda kecemasan
“Ketika kamu duduk berdekatan, percakapan akan menjadi sangat hangat. Ketika kamu berjarak dua meter, perasaan itu hilang,” kata Ikuko.
Geisha lain, Mayu, mengaku cemas akan adanya gelombang kedua Covid-19.
“Aku sangat cemas, perkiraan tentang gelombang (Covid-19) kedua menakutkan,” kata Mayu.
Geisha bukan hanya satu-satunya seniman Jepang yang merana akibat virus Corona.
Penampil jiutamai, tarian wanita kuno Jepang, penata rias, penata rambut, dan penata kimono juga terdampak pandemi Covid-19.
Seorang penata rias geisha dan penari kuno, Mitsunaga Kanda, mengatakan setiap acara yang melibatkan dirinya kini dibatalkan.
Jika Mitsunaga bekerja harus merias geisha, kini dia harus mengatur jarak, memakai masker, dan tidak berbicara.
Pemilik restoran yang menyediakan hiburan geisha juga sudah berupaya sebisa mungkin untuk menerapkan protokol kesehatan.
Shota Asada, salah satu pemilik restoran, mengatakan kamar tempat geisha menghibur telah diatur seluas mungkin agar geisha dan tamu bisa menjaga jarak.
Menurun Drastis
Tokyo memiliki enam distrik geisha.
Tetapi karena dihalangi oleh kerasnya kehidupan geisha dengan jam praktik yang ketat, jumlah wanita yang berminat menjadi geisha semakin sedikit.
30 tahun lalu, terdapat 120 geisha di Akasaka. kini seluruh Tokyo hanya terdapat sekitar 230 geisha.
Ikuko kini berusia 80 tahun. Ketika dia datang ke Akasaka pada 1964, ada lebih dari 400 geisha di wilayah tersebut.
“Tetapi waktu telah berubah. Kini hanya tersisa 20 geisha,” kata Ikuko.