Angka Aborsi Kembali Melonjak, Berikut Tren Kehamilan Tak Diinginkan dan Aborsi Global Menurut Studi

Angka aborsi di seluruh dunia justru kembali melonjak setelah mengalami penurunan antara 1990-1994 hingga 2000-2004, sepanjang 2015-2019, ada 121 juta

Tribun Lampung
Ilustrasi tes kehamilan 

Angka aborsi ditemukan paling rendah di negara-negara berpendapatan tinggi yang melegalkan aborsi, yakni 11 per 1.000 wanita.

Sebaliknya, negara-negara berpendapatan tinggi yang membatasi akses aborsi mencatatkan angka aborsi hingga 32 per 1.000 wanita.

Sementara itu, di negara-negara berpendapatan rendah ke menengah, angka aborsi berkisar antara 34-38 per 1.000 wanita tanpa dipengaruhi oleh status hukum aborsi.

Padahal, bukti dari studi sebelumnya menunjukkan bahwa aborsi yang terjadi di negara yang melarangnya, jauh lebih berbahaya daripada negara yang melegalkannya.

Target Penjualan PDDS Baru Tercapai 39 Persen, Andalkan Program Beras ASN & ASN Peduli Tabanan

Komang Arpendi dan Tunas Temukan Jenazah Tergantung di Pohon Kedondong di Karangasem

Ini membuat wanita-wanita yang terpaksa melakukan aborsi di negara-negara yang melarangnya harus menghadapi risiko kesehatan fisik dan mental yang luar biasa, mulai dari infeksi, pendarahan, luka internal, trauma psikologis hingga kematian.

Pendekatan yang komprehensif Temuan ini menegaskan pentingnya layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif, termasuk kontrasepsi yang efektif dan terjangkau.

Tim peneliti berkata bahwa tingginya angka aborsi di negara berpendapatan rendah dan menengah bisa dijelaskan oleh kurangnya akses kontrasepsi yang terjangkau, serta layanan kesehatan seksual dan reproduksi.

Akibatnya, wanita-wanita di negara-negara ini kesulitan untuk merencanakan kehamilannya.

Herminia Palicio selaku Presiden dan CEO dari Guttmacher Institute mengatakan, temuan studi ini menunjukkan betapa pentingnya pendekatan yang komprehensif terhadap hak dan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk akses aborsi yang aman dan legal. "(Ini) penting untuk memastikan otonomi reproduksi," ujarnya.

Bearak selaku penulis utama studi dan Ilmuwan Riset Senior di Guttmacher juga mengatakan, kehamilan tak diinginkan dan aborsi adalah pengalaman kesehatan reproduksi yang dialami oleh jutaan orang setiap tahunnya di seluruh dunia, tanpa memandang status atau kondisi individu.

"Yang membedakan adalah hambatan yang mereka hadapi-hukum, sosial, ekonomi atau lainnya-dalam melaksanakan otonomi reproduksi mereka," katanya.

Menanggapi permasalahan ini, Guttmacher-Lancet Commission on Sexual and Reproductive Health pun merekomendasikan agar negara-negara memasukkan paket layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif, termasuk kontrasepsi yang efektif dan dan layanan aborsi yang aman, di dalam sistem kesehatan nasional mereka.

Hal ini akan membantu dalam mencapai cakupan kesehatan universal dan memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang memastikan akses layanan kesehatan dan reproduksi universal, mengurangi angka kematian ibu dan mengakhiri diskriminasi terhadap wanita dan anak perempuan.

Zara Ahmed, Associate Director of Federal Issues di Guttmacher, menjelaskan, kami berpendapat bahwa negara-negara di seluruh dunia harus berinvestasi dalam kesehatan seksual dan reproduksi secara komprehensif, termasuk akses aborsi yang aman, apabila mereka ingin memastikan warganya dapat mengontrol otonomi reproduksi mereka dan membuat keputusan yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya.

Palicio juga menambahkan bahwa akses layanan kesehatan dan reproduksi universal adalah mengenai otonomi reproduksi dan kemampuan individu untuk memutuskan apakah dan kapan mereka menginginkan kehamilan, punya anak dan melakukan aborsi.

"Seluruh aspek ini penting bagi seorang individu untuk dapat mengoptimisasikan status kesehatan seksual dan reproduksi diri dan keluarganya," tutupnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Studi Ungkap Tren Kehamilan Tak Diinginkan dan Aborsi Global, Ini Hasilnya"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved