PDIP Tanggapi Santai Soal Politik Dinasti, Sebut Sudah Wajar dan Masyarakat Sudah Cerdas
Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa pihaknya menanggapi santai terkait fenomena tersebut.
Penulis: Ragil Armando | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Maraknya politik dinasti di Pilkada Serentak 2020 mendapat tanggapan dari DPP PDIP.
Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa pihaknya menanggapi santai terkait fenomena tersebut.
Menurut dia, fenomena tersebut merupakan hal yang sangat jamak terjadi tidak saja di partainya, tetapi juga di hampir seluruh partai.
Bahkan, fenomena politik dinasti itu sendiri menurutnya menjadi bagian dari dialektika politik di masyarakat.
• Pemerintah Pusat Pertimbangkan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan dan VoA bagi Wisatawan yang ke Bali
• Buronan Interpol Produksi Film Porno di Bali, Polda Bali Akan Dalami Keterlibatan Orang Lokal
• Jadi Narasumber di Webinar, Kembang Sebut PDIP Partai yang Beri Kesempatan Anak Muda Ikut Politik
Hasto juga menilai bahwa fenomena tersebut menjadi hal yang wajar.
Pasalnya, justeru pendidikan dan kaderisasi politik itu harus dilakukan sejak masih kanak-kanak yakni di lingkungan keluarga.
"Kami percaya isu-isu tersebut akan menjadi bagian dialektika politik yang menyederhanakan dan hidup bahwa kaderisasi dan pendidikan politik itu dimulai dari keluarga dan itu bukan fenomena tunggal di PDI Perjuangan dan itu terjadi di banyak partai, hampir seluruh partai politik," katanya dalam Webinar yang diselenggarakan DPP PDIP, Jumat (24/7/2020)
Ia juga memastikan bahwa para calon yang diusung PDIP di Pilkada Serentak nanti merupakan calon-calon yang memiliki kualitas yang baik.
Ini dikarenakan mereka mengikuti program sekolah partai yang bertujuan mencetak para kepala daerah yang memiliki komitmen besar mensejahterakan rakyat.
"Yang penting di dalam proses penyiapan seorang menjadi pemimpin itulah yang dilakukan PDI Perjuangan, karena itulah sekolah partai menjadi proses yang bersifat wajib yang diikuti para calon, karena di situlah kualitas kepemimpinan itu kami kedepankan," akunya.
Selain itu, masyarakat Indonesia juga menurut PDIP sudah sangat cerdas dalam berpolitik.
Bahkan, berbagai aspek saat ini menjadi preferensi masyarakat dalam menentukan pilihannya.
"Berkaitan dengan poltik dinasti, dengan pelaksanaan pemilu secara langsung bahwa kita melihat proses pendidikan politik itu berjalan cepat sehingga meningkatkan rasionalitas publik, masyarakat pada akhirnya melihat bahwa di dalam berbagai tuduhan-tuduhan politik dinasti, aspek kepemimpinan, aspek kinerja, apsek terhadap berbagai program yang ditawarkan oleh calon pemimpin itu yang menjadi dominan dan preferensi masyarakat untuk pemilih," tandas Hasto.
Seperti diketahui, fenomena politik dinasti kembali muncul di Pilkada Serentak 2020.
• Realisasi Seragam Gratis untuk Siswa Tahun Ajaran 2020/2021 di Badung Masih Belum Jelas
• Tiba di Bali dan Masih Jetlag, Pemain Bali United Nouri Langsung Latihan di Gelora Trisakti Legian
• Cabuli Anak Tiri, Rasuman Diganjar 15 Tahun Penjara
Adalah anak Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming yang menjadi calon walikota dari PDIP di Pilkada Kota Solo berpasangan dengan Teguh Prakosa.
Selain itu, menantu Sang Presiden yakni Bobby Afif Nasution juga tidak ketinggalan mengikuti sang ipar maju di Pilkada.
Bobby sendiri digadang-gadang akan maju di Pilkada Kota Medan dan telah mendapat dukungan dari beberapa parpol seperti Golkar misalnya.
Selain itu, anak Wakil Presiden, KH. Ma'ruf Amin juga ikut dalam kontestasi Pilkada Serentak 2020.
Adalah, Siti Nur Azizah yang maju di Pilkada Kota Tangerang Selatan.
Ia yang disebut-sebut akan berpasangan dengan artis Raffi Ahmad itu bahkan sudah mengantongi dukungan dari beberapa partai besar di sana seperti, Demokrat, PKS, PKB, dan beberapa partai lainnya.
Tidak hanya di kalangan elit Jakarta, politik dinasti juga muncul di Pilkada Serentak yang juga berlangsung di Bali.
Dari enam Pilkada Serentak yang akan berlangsung ada tiga daerah yang diramaikan dengan kembalinya politik dinasti.
Tiga daerah tersebut, yakni Pilkada Tabanan, Jembrana, dan Bangli. Di Tabanan, salah satu anak dari Ketua DPRD Bali dua periode yang juga Mantan Bupati Tabanan 2000-2010, Nyoman Adi Wiryatama yakni, Gede Made Dedy Pratama alias Dedy juga akan ikut bertarung dalam Pilkada tersebut.
Dedy ikut berebut kursi calon wakil bupati Tabanan dari PDIP bersama sepuluh nama lainnya. Selain itu, Dedy yang juga menjabat Sekerataris DPC Banteng Muda Indonesia (BMI) Tabanan dan Sekretaris PAC PDIP Baturiti ini merupakan adik kandung dari Bupati Tabanan saat ini, Eka Wiryastuti.
Sedangkan, di Jembrana anak dari mantan bupati Jembrana 2000-2010, Prof. I Gede Winasa dan mantan Bupati Banyuwangi 2005-2010, Ratna Ani Lestari yakni I Gede Ngurah Patriana Krisna alias Ipat juga ikut meramaikan bursa Pilkada di sana. Ipat yang sehari-hari merupakan ASN di Pemkot Kediri itu maju sebagai calon wakil bupati mendampingi politikus senior Demokrat yang juga Mantan Ketua Komisi III DPRD Bali, Nengah Tamba melalui Golkar dan Koalisi Jembrana Maju (KJM).
Sedangkan, di Bangli ada Made Subrata yang merupakan adik kandung Bupati Bangli saat ini, Made Gianyar. Subrata sendiri yang maju bersama politikus gaek PDIP, Ngakan Kutha Parwata ini bahkan sudah mendapat rekomendasi resmi dari Golkar.
Menariknya, sang kakak yang juga salah satu petinggi di PDIP Bali sampai mengundurkan diri dari jabatannya di partai akibat majunya sang adik.
Terkait fenomena politik dinasti tersebut, Ketua DPRD Bali dua periode yang juga Mantan Bupati Tabanan 2000-2010, Nyoman Adi Wiryatama ikut angkat bicara.
Kepada Tribun Bali, politikus yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) DPD PDIP Bali ini membantah dirinya membangun politik dinasti di Tabanan.
Bahkan, ia mengaku semua yang maju merupakan anak-anak ideologis dirinya. Adi Wiryatama pun juga tidak mempermasalahkan siapapun yang nantinya akan berkuasa di Tabanan.
"Oh nggak ada dinasti, nggak ada dinasti. Itu baik di keluarga saya atau di luar keluarga saya, nggak harus keluarga saya juga, nggak ada masalah itu. Siapapun yang maju itu adalah anak-anak saya," katanya beberapa waktu lalu kepada Tribun Bali.
"Jadi tidak harus anak biologis, anak ideologis pun saya harus bela. Karena wajib hukumnya saya sudah buat dia menjadi kader yang baik, mereka harus berjuang keras dan memenangkan amanah dari partai," imbuhnya.
Terkait isu dirinya ikut 'turut campur' dalam penentuan rekomendasi Pilkada Tabanan yang hingga kini tak kunjung jelas. Adi Wiryatama menjawab secara diplomatis.
Ia mengatakan dirinya sudah banyak mencetak kader di Provinsi Bali dan Kabupaten Tabanan. Dari sekian kader yang dididik dan dicetak itu banyak berhasil menjadi anggota legislatif dan eksekutif. "
"Saya sudah berhasil mencetak kader-kader yang sudah mumpuni lah di Tabanan. Jadi kader kita banyak di sana, siapapun yang diambil di Tabanan saya yakin bisa dimenangkan," paparnya.
Adi Wiryatama juga mengatakan memenangkan PDIP dengan kandidat yang diusung adalah panggilan hati sebagai kader partai.
"Saya sebagai kader di Tabanan, jadi siapapun yang keluar itu adalah kader-kader terbaik yang sudah dinilai oleh DPP, jadi siapapun yang keluar wajib saya dukung dan saya menangkan," ucapnya. (*)