Corona di Bali
Pengamat Sosial Ini Rasakan Ketidakberaturan Rapid Test, Gejolak Grassroot Sah-sah Saja
Pengamat sosial menilai aksi yang dilakukan sejumlah massa menolak rapid dan swab test sebagai syarat administrasi harus segera menjadi evaluasi
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pengamat sosial menilai aksi yang dilakukan sejumlah massa menolak rapid dan swab test sebagai syarat administrasi harus segera menjadi evaluasi dan ditindaklanjuti oleh pemerintah agar tidak menimbulkan gejolak yang berlarut-larut di lapisan grassroot.
Aksi penolakan tersebut dilakukan oleh sejumlah orang berpusat di Kawasan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Kota Denpasar, Bali, Minggu (26/7/2020) pagi.
Bahkan, Kamajaya sendiri merasakan bagaimana ketidakberaturan implementasi kebijakan rapid test di sebuah rumah sakit swasta di Bali.
Bahkan ia analogikan aturan soal biaya rapid test hanya "Macan Kertas".
• KPU Badung Lakukan Pemutakhiran Data Pemilih Melalui Data SIADEK
• Ramalan Zodiak Cinta 27 Juli 2020, Kehidupan Romantis Taurus Akan Berkembang, Bagaimana Zodiakmu?
• Newcastle vs Liverpool, Laga Emosional Adam Lallana, Berikut Jadwal Lengkap Liga Inggris Malam Ini
"Sebagai contoh kemarin saya mengantar keluarga rapid di salah satu rumah sakit swasta di Buleleng, membayar Rp 175 ribu, kalau menunggu hasilnya sampai jam 6 petang, kalau mau hasilnya keluar dua jam bayar Rp 300 ribu," ungkap Kamajaya kepada Tribun Bali
"Artinya aturan Kementrian Kesehatan soal rapid test cuma macan kertas, banyak RS yang masih tidak patuh pada aturan itu dan tidak ada sanksi atau sidak apapun. Pengalaman saya mengantar keluarga rapid yang akan melakukan perjalanan mengindikasikan ini juga rentan dimanfaatkan oleh RS atau oknum tertentu sebagai ladang uang," imbuh dia.
Ia berpendapat, bahwa rapid test tidak efektif untuk menjadi syarat administrasi, sedangkan swab test lebih tepat menjadi prosedur kesehatan untuk menguji seseorang dari indikasi Covid-19 karena memberikan hasil yang lebih akurat pada DNA Covid-19, akan tetapi harus ada kebijakan agar tidak memberatkan masyarakat jika digunakan sebagai syarat administrasi terlebih masyarakat saat ini sedang mengalami perlambatan ekonomi dari berbagai sektor pekerjaan.
"Jadi akhirnya banyak orang jadi berasumsi ini dijadikan ladang uang oleh RS yang membandel, meskipun mungkin saat ini rapid salah satu yang dipakai untuk mendeteksi virus akan tetapi tingkat akurasinya juga diragukan banyak ahli, jadi saya rasa kurang tepat. Kalau ada aksi, saya pikir itu sah-sah saja orang berpendapat sesuai argumen mereka," ujarnya. (*).