Corona di Bali

Pengamat Sosial Unud Ini Menilai Rapid Test Sebagai Syarat Administrasi Layak Dicabut

Pengamat sosial menilai kebijakan rapid test maupun swab test sebagai syarat administrasi diharapkan dapat segera dicabut

Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Foto: Aksi tolak rapid dan swab test sebagai syarat administratif serta syarat perjalanan di seputaran Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandi, Denpasar, Minggu (26/7/2020) 

Massa mengawali aksinya dengan berkumpul di parkir timur Monumen Bajra Sandi.

Kemudian mereka bergerak sembari bernyanyi meneriakkan tolak rapid dan swab test menuju pintu masuk utama di sebelah selatan Monumen Bajra Sandi.

Di depan pintu masuk utama monumen tersebut, massa aksi melakukan orasi secara bergiliran.

Korlap aksi, Made Krisna Dinata mengatakan, aksi yang diikuti ratusan peserta ini dilakukan dengan "berolahraga bareng" guna mengkritisi adanya kebijakan rapid dan swab test sebagai syarat administrasi.

"Kita mengedukasi agar masyarakat itu tahu dan juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang menyematkan rapid test dan swab test sebagai syarat administrasi," kata Krisna Dinata saat ditemui awak media sebelum aksi.

Krisna menyebutkan, ada beberapa dokter, ahli dan rumah sakit yang menjelaskan bahwa rapid dan swab test tidak berguna dan tidak bisa dijadikan untuk mendeteksi virus.

Dalam pernyataan sikapnya, Krisna mengutip pernyataan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn).

Dinyatakan oleh PDS PatKLIn bahwa pemeriksaan swab tes negatif maupun rapid test non-reaktif tidak menjamin seseorang terpapar Covid-19.

Pernyataan tersebut disampaikan melalui surat nomor 166/PP-PATKLIN/VII/2020 tertanggal 6 Juli 2020 yang disampaikan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Dikutip pula pernyataan dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) melalui surat edaran nomor 735/1B1/PP.PERSI.IV/2020 prihal larangan dalam promosi layanan rumah sakit tertanggal 24 April 2020.

Dalam surat edaran itu, PERSI menyampaikan agar tidak menjadikan pelayanan pemeriksaan rapid test screening Covid-19 sebagai persyaratan untuk pasien dapat dilayani oleh pihak rumah sakit dan biaya pemeriksaannya dibebankan pada pasien.

Karena hal ini bersifat menyesatkan, memaksa dan melanggar hak-hak pasien.

Tak hanya itu, pihaknya juga mengutip pendapat ahli Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono dalam pemberitaan di media massa.

Pandu menyampaikan bahwa rapid test sangat tidak akurat, tidak bisa mendeteksi Covid-19 dengan baik sehingga hanya membuang-buang uang negara.

Ahli Virologi Indor Cahyono juga menyampaikan bahwa rapid test tergolong tidak akurat karena metode ini hanya digunakan untuk screening awal virus corona saja.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved