Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi Kumpulkan HP & Laptop Bekas untuk Bantu Siswa Tak Punya Gadget

Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi mengumpulkan donasi HP maupun laptop bekas untuk membantu siswa

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Putu Supartika
Donasi HP dan Laptop yang sudah terkumpul di Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi, Rabu (29/7/2020). 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi mengumpulkan donasi HP maupun laptop bekas untuk membantu siswa belajar online.

Tercatat dari 500 anak asuhnya, sebanyak 100-an anak tak memiliki gadget untuk ikut pembelajaran online, dari jenjang SD hingga SMA.

Mereka terbanyak berada di kawasan Seraya, Karangasem dan Tejakula, Buleleng.

Juga ada yang di kawasan Gianyar, bahkan Denpasar.

"Mereka tak punya HP ataupun laptop penunjang pembelajaran online sehingga mereka harus meminjam dari tetangga, ataupun saudaranya," kata pengurus Bidang Komunikasi Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi, Ketut Gede Cakra saat ditemui di kantornya yang berlokasi di Jalan Bypass Ngurah Rai, Gang Mina Utama Nomor 1 Denpasar, Bali, Rabu (29/7/2020) siang.

Oleh karena itu pihaknya pun melakukan pengumpulan HP maupun laptop bekas untuk bisa membantu mereka.

Untuk HP minimal Android yang bisa mendukung pembelajaran, sedangkan laptop dengan OS Windows.

Pengumpulan ini baru dilakukan sejak 2 minggu ini.

Rencananya HP dan laptop ini akan diserahkan pada pertengahan Agustus 2020 bersamaan dengan penyerahan alat tulis.

"Kami targetnya bisa mengumpulkan 100. Kalau kurang kami siasati dengan sistem kelompok bagi siswa yang terdekat. Untuk laptop kami berikan kepada siswa SMA," katanya.

Selain mengumpulkan laptop dan HP bekas, pihaknya juga memberikan uang kuota kepada 500 anak asuhnya.

"Ini sebenarnya uang jajan mereka yang kami berikan dulu. Karena belajar di rumah, jadi uangnya kami minta agar dibelikan kuota," katanya.

Untuk jenjang SMA masing-masing mendapat Rp 100 ribu, jenjang SMP dan SD Rp 75 ribu per bulan.

Selain gadget, anak asuh yayasan ini yang tinggal di perbukitan kebanyakan kurang mampu dan kesulitan sinyal.

Sehingga tak jarang mereka harus turun ke pusat desa untuk bisa belajar online atau mengirim tugas.

Yayasan ini berdiri tahun 2002 yang awalnya untuk membantu korban bom Bali.

Anak yang orangtuanya meninggal akibat bom Bali dibantu sekolah hingga universitas.

Tahun 2004 yayasan ini kembali membuat program kembali ke sekolah.

Tujuannya membantu siswa yang putus sekolah untuk bisa bersekolah kembali.

"Progran kembali ke sekolah ini membantu biaya sekolah anak-anak SMP dan SMA. Kami bantu juga peralatan sekolah, tas, sepatu, alat tulis, dan uang saku. Kalau untuk SD hanya peralatan sekolah dan uang saku," katanya.

Pihaknya pun mencari donatur untuk bisa melakukan program ini.

Untuk anak asuh yayasan ini tersebar di Denpasar, Badung, Gianyar, Karangasem, Buleleng, dan Bangli.

"Saat ini yang terbanyak di Karangasem. Hampir 100 orang," katanya.

Untuk melakukan survei, pihaknya bekerjasama dengan Dinas Sosial maupun pihak desa setempat.

"Kami dapat data awal lalu lalukan survey untuk menentukan kelayakannya," katanya.

Untuk memberikan bantuan, pihaknya melihat kondisi sosial ekonomi dan nilai rapornya.

Setelah tamat SMA mereka dibiayai untuk pelatihan setara D1.

Jika berprestasi akan dibiayai ke jenjang universitas selama 3 hingga 4 tahun.

Hingga kini yayasan ini sudah membantu ribuan siswa untuk bisa sekolah yang tersebar di seluruh Bali.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved