SK Kemenaker No.151 Dicabut, Sekitar 22 Ribu PMI Asal Bali Bisa Kembali Bekerja ke Kapal Pasiar

dari sisi pemerintah tidak ada untungnya menahan-nahan untuk tidak segera menarik Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 151/2020 tersebut.

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
ilustrasi - Pekerja Migran Indonesia (PMI) ABK kembali tiba di Pelabuhan Benoa Denpasar menggunakan Kapal Pesiar Spectrum of The Sea , Sabtu (18/4/2020). 

Selain itu, dengan dicabutnya SK Kemenaker 151 tersebut, Indonesia bisa terbebas dari sanksi yang dikeluarkan Internasional.

 Sanksi tersebut bisa berupa penghentian perekrutan pekerja dari Indonesia dan sebanyak 22 ribu pekerja Bali bisa terancam tak bisa lagi bekerja di luar negeri khususnya di kapal pesiar.

Sebab, Indonesia termasuk negara yang ikut dalam perjanjian soal crew changes

"itu sanksi terberat bisa ada sanksi sementara untuk merekrut tenaga kerja pelaut dari Indonesia. Itu kalau sampai dihentikan, luar biasa dampaknya. Pasti akan berkurang kuota kita. Kalau saya bicara di Bali, dari 22 ribu bisa berkurang drastis bisa jadi tinggal 10 ribu bisa 5 ribu dan sebagainya," ujar Susila

Sebelumnya, lanjut Dewa Susila, Indonesia melalui Kemenko Kemaritiman sudah mengikutsertakan Kementerian Tenaga Kerja RI, Kementerian Perhubungan RI, KKP dan instansi terkait untuk mengikuti summit meeting yang digelar Organisasi Maritim Dunia IMO pada 9 Juli 2020 lalu terkait dengan crew changes tersebut.

"Dan pada tanggal 9 itu, Indonesia ikut menandatangani bersama dengan 12 negara yang menandatangani. Tujuannya untuk mensupport diadakannya crew change ini. Jadi crew change yang dimaksud adalah, negara atau pemerintah tidak boleh menghambat keberangkatan mereka. Harus memberikan kemudahan-kemudahan," jelas Dewa Susila.

Itu sebabnya, KPI Bali selama ini berteriak lantang agar pemerintah Indonesia konsisten dengan kesepakatan tersebut.

Jika SK tersebut tidak direvisi atau dicabut, maka Indonesia akan disebut bodoh serta ditertawai dunia internasional.

Dia menjelaskan, crew change ini adalah pergantian crew di atas kapal dalam kurun waktu tertentu.

 Jadi meskipun kapal beroperasi atau tidak beroperasi, kapal pesiar akan tetap menaruh 20 sampai 30 persen crew mereka di atas kapal.

"Misalnya pada saat pandemi ini, memang ada penawaran jadi tidak ada pemaksaan. Walaupun kewajiban bahwa kapal berhak menahan 20-30 persen crew di atas kapal. Tapi pada waktu pandemi kemarin mereka ditanyakan, atau ditawarkan, kamu mau mau pulang atau mau diam di atas kapal. Kondisi 2-3 bulan kedepan gaji full, tapi setelah itu lihat kondisi," jelas Dewa Susila.

Nah ketika crew yang ditawarkan itu bersedia, mereka ditahan di atas kapal dan tetap bekerja. Namun demikian, jika sudah waktunya misalnya sudah 8-12 bulan bekerja di atas kapal, mereka sudah harus digantikan. Inilah yang dinamakan crew changes.

"kan tetap ada acuan mereka 8 bulan maksimal 12 bulan sudah harus pulang. Karena kalau mereka sudah lebih dari waktu yang sudah ditentukan, secara psikologi kapal karena sudah waktunya itu pasti akan menggangu keselamatan kerja, artinya tidak teliti lagi, kelelehan dan secara mental kalau kita diatas kapal sekian lama pasti banyak terganggu, karena tidak bertemu keluarga, istri, suami dan lain sebagainya," ujar Susila

Dewa Susila mengaku menginformasikan secara internasional bahwa Pemerintah Indonesia sudah mencabut SK Kemenaker No 151 tersebut, dan selanjutnya para calon pekerja bisa mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan oleh dunia pada masa pandemi covid 19 ini.

"Dan sekarang kami bisa lebih sounding lagi ke perusahaan-perusahaan bahwa kita siap, dan ini dalam waktu dekat kami rencanakan tanggal 4 Agustus ini mudah-mudahan tidak meleset," ujar Susila.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved