Pangan Organik Disebut Lebih Sehat Dibanding Non-organik, Ini Kata Ahli Kesehatan Masyarakat Unair

Meski pangan organik umumnya memiliki harga yang lebih tinggi, namun tetap digemari karena dianggap lebih sehat dikonsumsi.

Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali /Eka Mita Suputra
ilustrasi-Budidaya tanaman organik di kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Kelompok Wanita Tani (KWT) Karya Amerta Sari di Dusun Takedan, Desa Selat, Klungkung, Bali, Selasa (19/5/2020). 

TRIBUN-BALI.COM - Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan lingkungan berbanding lurus dengan naiknya tren mengonsumsi makanan berlabel organik.

Meski pangan organik umumnya memiliki harga yang lebih tinggi, namun tetap digemari karena dianggap lebih sehat dikonsumsi.

Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ( Unair) Annis Catur Adi mengatakan, dari aspek gizi makro, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pangan organik dan non-organik.

Namun, untuk zat-zat tertentu, seperti zat gizi mikro, pangan organik memiliki kandungan zat gizi lebih tinggi.

AFC kembali Tunda Kualifikasi Piala Dunia 2022, Begini Reaksi PSSI

Menteri Tito Sebut Indonesia Berpotensi Alami Resesi Bila Kontraksi Ekonomi Terus Terjadi

Tutup Bulan Mutu Karantina 2020 di Bali, Menteri Edhy Minta BKIPM Tetap Solid Melayani

Sayuran organik, lanjut dia, memiliki kandungan vitamin mineral lebih tinggi jika dibandingkan dengan non-organik.

Misalnya vitamin C sebanyak 27 persen, zat besi 29 persen, dan fosfor 14 persen.

“Sejumlah penelitian juga menunjukkan, beberapa jenis sayuran organik memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi daripada sayuran konvensional,” paparnya seperti dilansir dari laman Unair Rabu (12/8/2020).

Selain itu, Annis menyebut sejumlah hal yang menjadikan pangan organik banyak digemari.

Pertama, kata Annis, proses organik lebih meminimalisasi penggunaan bahan kimia, termasuk pestisida.

Sehingga organik dapat dikatakan lebih alami dan memiliki kandungan residu pestisida jauh lebih rendah. Bahkan di bawah batas aman.

Secara langsung maupun tidak langsung, residu pestisida yang tinggi dalam bahan pangan dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

Daya racun pestisida sangat beragam dan sering kali tidak disadari, zat-zat tersebut akan tertimbun di dalam tubuh.

Meski begitu, bebas dari pestisida juga bukan berarti aman sepenuhnya.

“Keamanan pangan, bukan hanya terbebas dari bahaya kimia, tapi juga bahaya mikrobiologi dan fisik.

Hari Pramuka, Jokowi Minta Pramuka Bentuk 2 Gerakan Nasional di Tengah Pandemi Covid-19

Ulang Tahun ke-25, Lea Secret Number Dapat Kejutan dari Fans Indonesia dan Global

Begini Perjalanan Kasus Kacung WHO hingga Jerinx SID Ditahan di Rutan Mapolda Bali

Karena itu, tetap perlu memperhatikan kemungkinan adanya cemaran lain, seperti jamur, organisme, dan mikroba,” jelasnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved