Cerita Komisioner Komnas HAM Mengenang Cara Almarhum Munir Tuntaskan Persoalan Kaum Tertindas

Interaksi Anam dengan Munir cukup intens ketika ia masih bergelut sebagai volunteer Divisi Buruh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang

Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
MUNIR Said Thalib 

TRIBUN-BALI.COM - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) Mohammad Choirul Anam mempunyai sejumlah kenangan terhadap sosok almarhum pejuang HAM, Munir Said Thalib atau Munir.

Keduanya bisa dibilang memiliki hubungan yang cukup emosional.

 Interaksi Anam dengan Munir cukup intens ketika ia masih bergelut sebagai volunteer Divisi Buruh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang sekira 1999-2000.

 Pada periode tersebut, Munir sudah aktif di Jakarta.

Pakai Busana Celuluk saat Sosialisasi, Wakapolres Jembrana Minta Masyarakat Taat Protokol Kesehatan

Lakukan Promosi Pariwisata di Tengah Pandemi, Dispar Badung Mengaku Gunakan Youtuber

Cok Ace: Banyak Masyarakat yang Berwisata Belum Jalankan Protokol Kesehatan dengan Baik

 Namun, jarak yang membentang di antaranya keduanya tak menyurutkan perkawanan keduanya.

Beberapa kali Munir pulang ke Malang, Anam menjumpainya untuk mendiskusikan permasalahan yang dialami buruh, petani, hingga kaum miskin Kota Malang.

Dalam tiap pertemuannya, ia selalu meminta saran kepada Munir untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi kaum tertindas.

Melalui sebuah diskusi, Anam cukup kaget jika ternyata Munir bukan seorang teorik kelas berat ketika membongkar sebuah persoalan.

"Beberapa kali saya tanya, "kalau mendampingi buruh bagaimana caranya? Dengan petani bagaimana caranya?".

 Satu hal yang saya harapkan adalah penjelasan yang sangat kompleks dan teoritik, kelas berat.

Tapi yang dijelasin malah begitu," ujar Anam dalam webinar "Munir: 16 Tahun Keadilan Lockdown", Senin (7/9/2020).

"Dia bilang, "yang penting ajak nongkrong, temenin, apapun yang dia bilang dengarkan, belajarlah dari mereka, belajarlah dari keuletan mereka, rasakan pedih mereka, jangan hanya pakai UU, kamu", gitu," ungkap pria kelahiran Malang, 25 April 1077 tersebut.

Rentetan jawaban yang dikeluarkan Munir membuat Anam kaget.

Pasalnya, Munir hanya menganjurkan memecahkan persoalan dengan mendengarkan hal sederhana.

Tuntut Pencabutan Pengayoman Hare Krisna, Massa Forum Koordinasi Hindu Geruduk DPRD Bali

LOKER 2020, BUMN ASABRI Buka Lowongan Kerja 14 Posisi, Ada Penempatan di KC Denpasar, Ini Syaratnya

Bos Paris Saint-Germain Akui Ada Ketertarikan dengan Lionel Messi

Ia mengatakan, bahwa Munir menginginkan agar menyelesaikan persoalan kaum tertindas jangan melulu berkerangka pada Undang-Undang (UU).

Jika itu dilakukan, justru akan memenjarakan langkah perjuangan.

"Waktu itu, dalam benak, saya menolak jawaban-jawaban itu, walaupun saya nggak bisa melawan argumentasinya, tapi saya lakukan," kata Anam.

 Anam baru menyadari saran Munir ketika keduanya sering bersama-sama bepergian menggunakan kereta api dari Malang menuju Jakarta, begitu juga sebaliknya.

 Setiap tiba di stasiun, Munir selalui menjumpai petugas peron maupun menemui pedagang loakan di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur.

Dalam interaksi dengan masyarakat bawah tersebut, ia sadar jika Munir tengah menunjukan betapa banyaknya peraturan yang tak sesuai fakta di lapangan.

 Hal itu terlihat dengan banyak masyarakat yang hidupnya tertekan karena tidak adanya kehadiran negara.

 "Akhirnya saya mengerti, memang alat kekuasaan itu bisa dengan UU, alat kekuasaan itu untuk merampas hak, bahkan untuk melakukan pendzoliman itu bisa melalui struktur negara dan kekuasaan dan sebagainya," kata Anam.

 Menurutnya, dalam menyelesaikan permasalahan, Munir selalu berangkat dari hal yang sederhana.

Ia mengatakan, ungkapan sederhana yang diucapkan Munir juga menandaskan, bahwa tata kelola negara sebetulnya bisa dilakukan dengan cara sederhana.

 Caranya adalah dengan menjadikan keadilan sebagai landasan dalam mengelola negara.

"Cak Munir bilang keadilan itu harus menjadi dasar tata kelola negara," terang Anam.

"Keadilan yang bagaimana yang bisa menjadi tata kelola negara? Ya, keadilan yang mendengarkan suara-suara rakyat, keadilan dari suara-suara yang lahir dari mengkritiki produk kebijakan," jelas Anam.

Munir diketahui tewas setelah hasil autopsi menunjukkan ada jejak-jejak senyawa arsenik di dalam tubuhnya.

 Sejumlah dugaan menyebut bahwa Munir diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura, atau bahkan saat berada di Singapura.

 Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura, atau sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Pesawat GA-974 berangkat dari Jakarta, Senin pukul 21.55, lalu tiba di Singapura hari Selasa pukul 00.40 waktu setempat.

Setelah itu, pesawat melanjutkan perjalanan ke Amsterdam pukul 01.50.

Namun, tiga jam setelah pesawat lepas landas dari Bandara Changi, seorang pramugara senior bernama Najib melapor kepada pilot Pantun Matondang bahwa Munir yang saat itu duduk di kursi nomor 40G sakit.

Ada seorang dokter yang duduk di kursi nomor 1J yang ikut dalam perjalanan tersebut kemudian menolongnya.

Akan tetapi, nyawa Munir tak bisa ditolong ketika dua jam menjelang pesawat akan mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Komisioner Komnas HAM Mengenang Cara Munir Selesaikan Persoalan Kaum Tertindas...",

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved